Temuan Anggota DPR: Program Makan Bergizi Gratis Diduga Bermasalah, Kualitas Pangan Dikeluhkan

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digadang-gadang sebagai solusi peningkatan gizi masyarakat menuai kritik tajam dari anggota Komisi IX DPR RI, Muazzim Akbar. Dalam tinjauannya di Nusa Tenggara Barat (NTB), Muazzim menemukan indikasi pengelolaan program yang kurang optimal, bahkan berpotensi membahayakan kesehatan penerima manfaat.

Kekhawatiran Muazzim bermula dari pengamatannya terhadap Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), garda terdepan dalam implementasi MBG. Ia menilai pengawasan dari Badan Gizi Nasional (BGN) belum memadai, sehingga membuka celah bagi praktik-praktik yang merugikan. Salah satu temuan yang paling mencengangkan adalah keberadaan ulat dalam buah yang seharusnya menjadi bagian dari menu bergizi. Kejadian ini sontak membuat seorang siswa SD terkejut dan menimbulkan pertanyaan serius tentang standar kebersihan dan keamanan pangan dalam program MBG.

Tidak hanya itu, Muazzim juga menyoroti kualitas buah jeruk yang diberikan kepada siswa SMP. Ukuran buah yang kecil dan rasa yang sangat asam dinilai tidak layak dikonsumsi dan tidak mencerminkan komitmen terhadap pemenuhan gizi yang berkualitas. Lebih lanjut, ia menemukan nasi yang keras dalam menu MBG, mengindikasikan adanya potensi masalah pada kualitas beras yang digunakan atau proses memasak yang tidak tepat.

Muazzim mempertanyakan standar pembelian bahan makanan yang diterapkan dalam program MBG. Ia menduga adanya praktik pembelian bahan makanan murah demi meraup keuntungan yang lebih besar, tanpa memperhatikan kualitas dan dampaknya terhadap kesehatan penerima manfaat. Kurangnya kejelasan mekanisme pelaporan dan penanganan keluhan di tingkat SPPG juga menjadi perhatian serius. Para petugas SPPG merasa kebingungan dan tidak tahu harus mengadu ke mana jika menemukan masalah dalam pelaksanaan program.

Kondisi ini memunculkan kekhawatiran Muazzim bahwa program MBG tidak akan mencapai tujuan yang diharapkan. Ia bahkan menyebutnya sebagai "bom waktu" yang berpotensi menimbulkan masalah kesehatan dan gizi yang lebih besar di kemudian hari. Oleh karena itu, ia mendesak adanya evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan program MBG, termasuk pengawasan yang lebih ketat terhadap SPPG dan peningkatan kualitas bahan makanan yang digunakan.

Berikut adalah beberapa poin penting yang menjadi sorotan Muazzim Akbar:

  • Kurangnya pengawasan: Pengawasan dari BGN dinilai belum memadai, sehingga membuka celah bagi praktik yang merugikan.
  • Kualitas pangan rendah: Ditemukan ulat dalam buah, jeruk yang asam dan kecil, serta nasi yang keras.
  • Standar pembelian bahan makanan dipertanyakan: Diduga ada praktik pembelian bahan makanan murah tanpa memperhatikan kualitas.
  • Mekanisme pelaporan keluhan tidak jelas: Petugas SPPG kebingungan jika menemukan masalah.
  • Potensi "bom waktu": Program MBG berpotensi menimbulkan masalah kesehatan dan gizi yang lebih besar di kemudian hari.

Muazzim berharap evaluasi yang komprehensif dapat segera dilakukan untuk memperbaiki pelaksanaan program MBG dan memastikan bahwa program ini benar-benar memberikan manfaat yang optimal bagi masyarakat.