Keterlambatan Pembayaran Tunjangan Kinerja Hantui Badan Gizi Nasional
Badan Gizi Nasional (BGN) menghadapi tantangan signifikan terkait penyerapan anggaran, terutama disebabkan oleh keterlambatan pembayaran tunjangan kinerja (tukin) kepada para pegawai. Kepala BGN, Dadan Hindayana, mengungkapkan bahwa kondisi ini telah berlangsung sejak awal operasional badan tersebut, berdampak langsung pada realisasi anggaran belanja pegawai.
Dadan menjelaskan, dari total pagu anggaran BGN sebesar Rp 71 triliun, hingga saat ini baru terealisasi Rp 2,38 triliun atau sekitar 3,36%. Penyerapan anggaran belanja pegawai bahkan lebih memprihatinkan, hanya mencapai 0,1% atau Rp 386,87 juta dari pagu awal Rp 3,52 miliar. Keterlambatan pembayaran gaji dan terutama tukin menjadi faktor utama penyebab rendahnya penyerapan ini.
"Seluruh struktural BGN sampai sekarang masih belum menerima gaji dan tukin," ujar Dadan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi IX DPR RI. Dia menambahkan bahwa saat ini, pembayaran baru dilakukan kepada Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia, ahli gizi, dan akuntan. Pihaknya berharap pembayaran gaji dan tukin dapat segera direalisasikan dalam bulan ini atau bulan depan.
Realisasi belanja barang tercatat sebesar 4,16% atau Rp 2,38 triliun dari pagu awal Rp 57,35 triliun. Sementara itu, belanja modal masih dalam tahap perencanaan sehingga realisasinya masih 0%.
Lebih lanjut, Dadan mengklarifikasi bahwa yang tertunda adalah pembayaran tukin, bukan gaji pokok pegawai. Pembayaran tukin baru dapat dilakukan setelah Peraturan Presiden (Perpres) terkait tunjangan tersebut disetujui dan ditandatangani oleh Presiden Prabowo Subianto. Dadan menjelaskan bahwa rancangan Perpres tersebut saat ini sedang dalam proses di Sekretariat Negara.
"Gaji sudah lengkap semuanya. Tukin pegawai struktural menunggu Perpres. Perpres-nya sekarang sedang di Sekretariat Negara. Jadi kita tunggu perpres selesai," kata Dadan.
Sebagai badan baru, BGN perlu menetapkan hak keuangan bagi para pegawainya, termasuk tukin. Banyak pegawai BGN yang sebelumnya berasal dari berbagai instansi, seperti Kementerian Keuangan dan universitas. Penetapan gaji mereka masih mengacu pada ketentuan di instansi asal, sementara tukin memerlukan landasan hukum yang baru.
"Masing-masing kan ada yang pindah dari (Kementerian) Keuangan, dari IPB, dari universitas lain, kan terima gaji. Tapi tukinnya kan, hak keuangannya, harus dirumuskan dalam Perpres. Nah, perpresnya sekarang masih dalam proses," pungkasnya.
Kondisi ini menyoroti pentingnya penyelesaian Perpres terkait tunjangan kinerja agar BGN dapat menjalankan fungsinya secara optimal dan meningkatkan penyerapan anggaran belanja pegawai.