Polemik Kualitas Pertamax di Samarinda: Pertamina Beri Tanggapan Atas Temuan Pemkot

Polemik mengenai kualitas Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax di Samarinda semakin memanas setelah Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda mengeluarkan hasil kajian ilmiah yang mengindikasikan adanya penurunan kualitas BBM tersebut. Menanggapi temuan ini, PT Pertamina Patra Niaga menegaskan bahwa seluruh produk Pertamax yang beredar di wilayah Samarinda berada dalam kondisi baik dan telah memenuhi standar yang ditetapkan.

Pertamina menyatakan bahwa pengujian kualitas BBM dilakukan secara rutin dan konsisten sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh LEMIGAS (Lembaga Minyak dan Gas Bumi). Pengujian ini dilakukan secara internal di beberapa titik strategis, termasuk Terminal BBM Pertamina, SPBU Sriadai, dan SPBU Pranoto, yang merupakan titik distribusi utama di Samarinda. Edi Mangun, Area Manager Commrel dan CSR Pertamina Patra Niaga Regional Kalimantan, menyampaikan bahwa Pertamina secara rutin melakukan pengujian kualitas BBM sesuai standar LEMIGAS.

Lebih lanjut, Pertamina menyatakan komitmennya untuk terus berkoordinasi dengan berbagai pihak, termasuk Pemerintah Kota Samarinda dan Politeknik Negeri Samarinda, guna memastikan penyampaian informasi yang akurat dan bertanggung jawab kepada masyarakat. Pertamina menekankan transparansi dalam setiap langkahnya dan berkomitmen untuk menyediakan produk berkualitas serta menjalin kerjasama dengan berbagai pihak demi kepentingan masyarakat.

Sebelumnya, Pemerintah Kota Samarinda mengungkap hasil uji laboratorium terhadap tiga sampel Pertamax yang diambil dari kendaraan warga yang terdampak masalah pada kendaraannya. Uji ilmiah ini dilakukan oleh tim independen yang terdiri dari ahli dari Politeknik Negeri Samarinda, dua perguruan tinggi di Kalimantan Timur, dan satu kampus nasional. Hasil awal menunjukkan bahwa angka Research Octane Number (RON) pada sampel tersebut berada di bawah standar RON 92 yang seharusnya untuk Pertamax. Hasilnya adalah:

  • Sampel 1: RON 86,7
  • Sampel 2: RON 89,6
  • Sampel 3: RON 91,6

Wali Kota Samarinda, Andi Harun, menyatakan bahwa angka RON tersebut tidak seharusnya terjadi dan menjelaskan mengapa banyak kendaraan warga mengalami gangguan performa, bahkan kerusakan pada sistem injeksi. Sampel ketiga, yang paling mendekati standar, kemudian diuji lebih lanjut dan menunjukkan beberapa penyimpangan serius, antara lain:

  • Timbal: 66 ppm (seharusnya 0 ppm)
  • Kandungan Air: 742 ppm (jauh di atas ambang normal)
  • Total Aromatik: 51,16% v/v
  • Benzen: 8,38% v/v (berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan)

Uji lanjutan dengan metode SEM-EDX dan FTIR juga mendeteksi kontaminasi logam berat seperti Timah (Sn), Rhenium (Re), dan Timbal (Pb), serta senyawa hidrokarbon kompleks. Menurut Andi Harun, gugus senyawa ini membentuk gum yang menyumbat filter pada sistem injeksi bahan bakar, menjadi penyebab utama kerusakan mesin kendaraan warga. Pemerintah daerah menduga bahwa faktor-faktor seperti penyimpanan yang tidak ideal, kelembaban, dan penggunaan aditif berlebih dapat mempengaruhi mutu BBM.

Meskipun Pertamina mengklaim bahwa BBM telah sesuai dengan SK Dirjen Migas No. 3674K/24/DJM/2006, Pemerintah Kota Samarinda menyatakan bahwa temuan di lapangan harus menjadi perhatian serius. Pemerintah Kota Samarinda tidak ingin masyarakat dirugikan akibat kualitas BBM yang tidak sesuai standar dan melakukan uji sampel secara langsung untuk memastikan validitas temuan tersebut.