Temuan Anggota DPR: Program Makan Bergizi Gratis Diduga Bermasalah, Kualitas Pangan Jadi Sorotan
Anggota Komisi IX DPR RI, Muazzim Akbar, melontarkan kritik pedas terhadap implementasi program Makan Bergizi Gratis (MBG). Kritik ini muncul setelah ia melakukan peninjauan langsung di Nusa Tenggara Barat (NTB), di mana ia menemukan sejumlah permasalahan signifikan dalam pengelolaan program tersebut oleh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
Muazzim Akbar mengungkapkan kekecewaannya dalam rapat Komisi IX DPR RI, menyoroti kurangnya pengawasan dari Badan Gizi Nasional (BGN) yang berakibat pada kualitas makanan yang diterima oleh siswa. Ia bahkan menceritakan pengalamannya menemukan buah yang mengandung ulat dalam menu MBG, yang menyebabkan seorang siswa SD terkejut dan berteriak.
"Begitu banyak SPPG yang saya lihat masih asal-asalan. Kurangnya pengawasan dari BGN (Badan Gizi Nasional)," tegas Muazzim.
Politikus dari PAN ini juga menyoroti temuan lainnya, seperti jeruk yang tidak layak konsumsi untuk siswa SMP karena berukuran kecil dan rasanya sangat asam. Lebih lanjut, ia menyoroti kualitas nasi yang sangat keras dalam menu MBG, menimbulkan pertanyaan tentang standar pembelian bahan makanan yang digunakan dalam program tersebut.
- Temuan di Lapangan:
- Buah dengan ulat dalam menu MBG untuk siswa SD.
- Jeruk berkualitas buruk (kecil dan asam) untuk siswa SMP.
- Nasi keras yang tidak layak konsumsi.
Selain masalah kualitas makanan, Muazzim juga menyoroti kebingungan yang dialami oleh tim SPPG dalam menangani keluhan terkait program MBG. Menurutnya, tidak ada penanggung jawab yang jelas di tingkat provinsi atau kabupaten/kota, sehingga SPPG tidak tahu ke mana harus menyampaikan keluhan.
"Saya tanya sama SPPG-nya, kalau ada keluhan, dia bingung mau mengeluh ke mana karena penanggung jawab di masing-masing provinsi atau kabupaten/kota itu enggak ada. Jadi, kalau ada masalah, dia mau mengeluh ke mana?" ungkapnya.
Muazzim Akbar mengkhawatirkan bahwa program MBG tidak akan mencapai tujuan yang diharapkan jika masalah-masalah ini tidak segera ditangani. Ia menekankan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap pengawasan SPPG dan standar kualitas bahan makanan yang digunakan dalam program MBG. Kegagalan untuk mengatasi masalah ini, menurutnya, akan menjadi "bom waktu" yang merugikan siswa dan mencoreng citra program MBG.