Kombes Yoedhoro Anandoko: Dedikasi Tanpa Batas di Akademi Kepolisian
Kombes Polisi Yoedhoro Anandoko, seorang perwira menengah Polri, dikenal luas atas komitmennya terhadap integritas dan pengabdiannya selama 22 tahun di Akademi Kepolisian (Akpol), Semarang. Kisah pengabdiannya ini mencuat setelah diusulkan sebagai kandidat penerima Hoegeng Awards 2025.
Yoedhoro, yang merupakan alumnus Akpol tahun 1996, memilih untuk tetap mengabdikan diri di dunia pendidikan kepolisian, meskipun memiliki kesempatan untuk menduduki jabatan strategis di wilayah. Baginya, Akpol adalah tempat yang tepat untuk menjaga marwah institusi Polri dan berkontribusi dalam pembentukan karakter para calon pemimpin masa depan.
Seorang pembaca detikcom, Alma Nurmayanti, dalam usulannya menyebutkan bahwa Yoedhoro adalah sosok polisi yang berintegritas tinggi. Testimoni senada juga diungkapkan oleh Ardi, yang menyatakan bahwa Yoedhoro dikenal tegas dan adil dalam mendidik taruna Akpol, tanpa memandang latar belakang keluarga. Bahkan, taruna yang merupakan anak dari perwira tinggi pun tak luput dari hukuman jika melakukan pelanggaran.
"Dia nggak lihat anak siapa. Orangnya keras," ungkap Ardi, menggambarkan ketegasan Yoedhoro dalam menegakkan disiplin.
Yoedhoro sendiri mengakui bahwa dirinya memiliki karakter yang keras dan cenderung mudah marah terhadap pelanggaran. Namun, ia menekankan bahwa hal tersebut dilakukannya semata-mata demi menjaga kualitas pendidikan di Akpol dan mencegah terjadinya penyimpangan.
"Saya kalau melihat hal yang nggak sesuai, saya maunya langsung mengungkapkan. Seperti kaya kemarin ada masalah penyerapan anggaran, yang menurut saya nggak sesuai, itu saya gampang marah," ujarnya.
Ia juga mengaku tidak terlalu ambisius dalam mengejar jabatan atau promosi. Baginya, kepuasan terbesar adalah dapat berkontribusi dalam membentuk karakter para taruna Akpol menjadi polisi yang jujur, profesional, dan berintegritas.
"Saya walaupun di Lemdiklat, bukan berarti makan gaji buta. Semua penugasan pasti dilakukan dengan maksimal dan tidak menghindar. Kalau sekarang saya di wilayah, nanti merugikan institusi (bila muncul citra polisi pemarah), walaupun di Akpol juga saya mungkin lebih temperamen sama taruna," jelasnya.
Yoedhoro menuturkan bahwa dirinya merasa nyaman menjadi pengajar di Akpol, karena selain mendapatkan gaji, ia juga memperoleh honor mengajar. Ia juga bersyukur atas kesempatan mengikuti Pendidikan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), yang memungkinkannya untuk mengajar dan berbagi ilmu dengan para taruna.
Dalam perjalanan kariernya selama 31 tahun di kepolisian, Yoedhoro mengaku tidak pernah terlalu berambisi untuk meraih pangkat komisaris besar (kombes). Ia bahkan pernah gagal dalam seleksi sekolah kepemimpinan. Namun, ia tetap bersyukur atas segala pencapaian yang telah diraihnya.
"Kuncinya kita kalau kepingin hasil yang baik, cara kita cari makan juga dengan cara yang baik. Dunia ini adalah penjara bagi orang-orang yang taat. Saya masih tetap marah-marah, galak-galak, tapi prinsip sekali saya tidak mau makan uang haram, kita harus totalitas," tegasnya.
Dedikasi dan integritas Kombes Yoedhoro Anandoko menjadi teladan bagi para anggota Polri lainnya, khususnya bagi mereka yang bertugas di bidang pendidikan. Pengabdiannya selama puluhan tahun di Akpol telah menghasilkan banyak lulusan yang berkualitas dan siap mengemban tugas sebagai pelayan masyarakat.