Tom Lembong Ungkap Alasan Kompleksitas Distribusi Gula: Jangkauan Hingga Pelosok Negeri

Mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong, atau yang lebih dikenal dengan Tom Lembong, memberikan penjelasan terkait rumitnya alur distribusi gula yang melibatkan peran distributor. Penjelasan ini disampaikan di tengah berlangsungnya sidang kasus dugaan korupsi importasi gula di Pengadilan Tipikor Jakarta, pada hari Selasa, 6 Mei 2025.

Tom Lembong menanggapi keheranan majelis hakim mengenai rantai distribusi gula yang dianggap terlalu panjang dan berbelit. Menurutnya, keterlibatan distributor dalam proses ini justru krusial untuk memastikan gula dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat di berbagai pelosok Indonesia. Ia menyoroti keterangan saksi dari Induk Koperasi Kartika (Inkopkar) yang menjelaskan kerjasama mereka dengan distributor dalam mendistribusikan gula.

"Para saksi menerangkan kenapa pakai distributor? Karena kalau nggak pakai distributor, itu gulanya nggak akan nyampai ke masyarakat," ungkap Tom Lembong mengutip keterangan saksi.

Lembong menekankan bahwa Indonesia adalah negara yang sangat luas dengan infrastruktur yang masih menghadapi banyak tantangan. Ia menyebutkan adanya puluhan ribu kota dan ratusan ribu desa yang tersebar di seluruh nusantara. Oleh karena itu, proses distribusi yang melibatkan distributor dengan berbagai tingkatan (D1, D2, dan D3) menjadi suatu keharusan untuk mencapai tingkat pengecer dan konsumen akhir.

"Indonesia ini kan negara yang besar dengan infrastruktur yang masih banyak tantangan. Dengan bukan cuma ribuan ya tapi puluhan ribu kota ya kan, ratusan ribu desa, dan rantai distribusi yang terkecil seperti itu. Jadi ada yang namanya distributor tingkat D1, tingkat D2 dan tingkat D3, dan itu masing-masing berjenjang sampai ujung ke tingkat pengecer dan itu memang harus seperti itu," jelasnya.

Ia memperingatkan bahwa upaya pemotongan rantai distribusi secara drastis dapat berakibat fatal dan menimbulkan kekacauan. Lembong mencontohkan permasalahan yang terjadi pada distribusi gas LPG, di mana niat untuk memangkas rantai pasok justru berujung pada ketidakteraturan. Ia mengilustrasikan bagaimana masyarakat yang seharusnya membeli LPG langsung dari pangkalan mengalami kesulitan karena pangkalan tidak didesain untuk melayani konsumen secara langsung, melainkan sebagai perantara sebelum sampai ke pengecer.

Lebih lanjut, Lembong menjelaskan bahwa keterlibatan distributor dalam distribusi gula memberikan nilai tambah bagi perekonomian. Para distributor tidak hanya mengambil keuntungan, tetapi juga bertanggung jawab atas pengelolaan gudang, pendanaan stok, pemasaran, dan menjalin hubungan dengan pelanggan. Ia menambahkan bahwa setiap lapisan dalam rantai distribusi gula berkontribusi pada nilai tambah ekonomi.

"Dan kalau gula kita bisa bayangin kan berapa jenjang, berapa lapis-lapis dalam pendistribusian dan itu juga bagian dari nilai tambah buat perekonomian karena masing masing distributor itu kan dapat margin dan mereka bekerja loh. Dan mereka bukan cuma ambil untung, mereka bukan cuma margin, mereka harus mengurus gudang, mereka harus keluar modal untuk mendanai stock, inventory, mereka juga harus memasarkan, menjalin hubungan dengan nasabahnya masing-masing," tuturnya.

Menurut Tom Lembong, tidak ada yang aneh dengan kerjasama antara Inkopkar dan distributor dalam mendistribusikan gula. Ia menegaskan bahwa saksi juga telah menyampaikan keberhasilan upaya distribusi gula tersebut dalam mencapai stabilitas harga. Ia mengklaim bahwa upaya Inkoppol maupun Inkopkar sangat berhasil, berdasarkan pantauan langsung di lapangan dan pemberitaan media massa, yang menunjukkan bahwa pasokan gula yang diguyur ke pasar langsung menurunkan harga.

"Jadi itu semua bagian dari rantai pasok, jadi tidak ada yang aneh kalau Inkopkar, Inkoppol, itu bekerja sama dengan distributor. Karena mereka menyampaikan kalau enggak pakai distributor nggak mungkin akan menjangkau ke masyarakat barangnya enggak akan nyampai," kata Tom Lembong.

Sebelumnya, majelis hakim sempat mempertanyakan kompleksitas alur distribusi gula yang dinilai terlalu panjang dan rumit, serta menganggap seharusnya alur tersebut dapat disederhanakan. Pertanyaan ini diajukan kepada saksi dari Inkopkar dalam persidangan.