BMKG Optimalkan Kecerdasan Buatan untuk Prediksi Cuaca dan Iklim Lebih Akurat
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) tengah berupaya meningkatkan akurasi dan cakupan prediksi cuaca serta iklim di Indonesia melalui pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan (AI). Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menyampaikan bahwa integrasi AI akan mempercepat proses dan memperluas jangkauan prediksi iklim yang selama ini memiliki keterbatasan. Inisiatif ini dipaparkan dalam forum Inovasi ClimateSmart Indonesia, yang juga menjadi momentum peluncuran platform prediksi penyakit berbasis AI yang dipicu oleh perubahan iklim.
Selama ini, BMKG memerlukan waktu yang cukup panjang, sekitar enam bulan, untuk menghasilkan prediksi cuaca atau musim, termasuk potensi curah hujan. Prediksi tersebut pun harus diperbarui secara berkala setiap sepuluh hari. Prakiraan juga dibuat dalam skala waktu yang berbeda, mulai dari bulanan, mingguan, harian, hingga per jam, untuk meningkatkan akurasi. Dwikorita menjelaskan bahwa dengan teknologi numerik yang ada saat ini, BMKG mampu memberikan prakiraan hingga tingkat desa. Namun, prakiraan tersebut terbatas pada satu desa dengan satu prediksi musim dan cuaca untuk enam bulan mendatang. Hal ini menyebabkan proses prediksi untuk seluruh wilayah Indonesia memakan waktu yang lama. Pendekatan konvensional ini juga memiliki keterbatasan dalam hal akurasi, terutama untuk prediksi jangka panjang. Akurasi prakiraan untuk enam bulan ke depan masih di bawah 90 persen. Sebaliknya, jika prediksi dibuat untuk jangka waktu yang lebih pendek, seperti tiga minggu atau enam jam ke depan, tingkat akurasinya dapat mencapai 92 persen. Dwikorita menekankan bahwa kecerdasan buatan dapat memberikan solusi atas tantangan ini. Dengan AI, proyeksi kondisi iklim bahkan dapat dilakukan hingga satu tahun sebelumnya, melampaui kemampuan sistem prediksi yang digunakan saat ini. Penggunaan AI juga memungkinkan pembuatan ribuan variasi prakiraan cuaca secara simultan di seluruh Indonesia. Pendekatan ini akan melampaui sistem satu wilayah satu prediksi, karena AI memungkinkan prediksi hingga ke skala mikro, seperti kondisi cuaca di satu hotel atau satu gedung pada waktu tertentu.
Kemampuan prediksi yang lebih luas dan detail ini tidak hanya penting untuk memperkuat sistem mitigasi bencana, tetapi juga mendukung berbagai sektor lain dalam menghadapi dampak perubahan iklim, termasuk potensi munculnya wabah penyakit. Dengan mengetahui potensi kemarau dalam bulan tertentu setahun sebelumnya, BMKG dapat menyiapkan peringatan dini dan mengantisipasi penyakit yang mungkin berkembang di musim tersebut. Meskipun demikian, Dwikorita mengakui bahwa untuk menghasilkan prediksi iklim berbasis AI yang akurat, data dari BMKG saja tidak mencukupi. Oleh karena itu, ia mengajak berbagai pihak untuk berkolaborasi dalam pengembangan sistem AI iklim nasional. Sinergi data dari berbagai instansi sangat dibutuhkan agar AI dapat benar-benar memperkuat sistem prediksi iklim yang bermanfaat luas bagi masyarakat Indonesia. Kolaborasi lintas sektor ini diharapkan dapat menghasilkan sistem prediksi iklim yang lebih komprehensif dan akurat, sehingga dapat mendukung pengambilan keputusan yang lebih baik dalam berbagai bidang.
Manfaat implementasi AI dalam prakiraan cuaca dan iklim:
- Peningkatan akurasi prediksi cuaca dan iklim
- Perluasan jangkauan prediksi hingga tingkat mikro
- Prediksi jangka panjang yang lebih akurat
- Peningkatan kemampuan mitigasi bencana
- Dukungan bagi berbagai sektor dalam menghadapi dampak perubahan iklim
- Antisipasi potensi wabah penyakit
Dengan pemanfaatan AI, BMKG berharap dapat memberikan informasi cuaca dan iklim yang lebih akurat dan tepat waktu kepada masyarakat, sehingga dapat membantu mereka dalam mengambil keputusan yang lebih baik dan mengurangi risiko dampak perubahan iklim.