Polri Gencarkan Operasi Pemberantasan Premanisme di Seluruh Indonesia

Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mengumumkan dimulainya operasi kepolisian berskala nasional untuk memberantas praktik premanisme yang dinilai semakin meresahkan masyarakat dan berpotensi mengganggu iklim investasi. Instruksi ini ditegaskan langsung oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo melalui Surat Telegram yang ditujukan kepada seluruh Kapolda dan Kapolres di seluruh Indonesia.

Operasi yang telah dimulai sejak 1 Mei 2025 ini, mengedepankan penegakan hukum yang terintegrasi dengan kegiatan intelijen, serta langkah-langkah preemtif dan preventif. Polri berkomitmen untuk menindak tegas para pelaku premanisme dan mengungkap jaringan mereka secara menyeluruh. Fokus utama operasi ini adalah penindakan terhadap berbagai bentuk kejahatan seperti pemerasan, pungutan liar, pengancaman, intimidasi, pengeroyokan, dan penganiayaan, baik yang dilakukan oleh individu maupun kelompok.

Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko menjelaskan bahwa operasi ini bertujuan untuk menciptakan rasa aman dan kepastian hukum bagi masyarakat, khususnya para pelaku usaha. Ia menambahkan bahwa segala bentuk premanisme yang mengganggu ketertiban umum dan iklim usaha akan ditindak tegas. Untuk mencapai tujuan ini, Polri akan menjalin kerjasama erat dengan TNI, pemerintah daerah, dan pihak-pihak terkait lainnya. Koordinasi lintas sektoral ini dianggap krusial untuk menjamin keberhasilan operasi dan menciptakan stabilitas jangka panjang.

Langkah ini diambil sebagai respons terhadap maraknya aksi premanisme yang terjadi belakangan ini, termasuk yang mengatasnamakan organisasi masyarakat (ormas). Beberapa waktu lalu, sejumlah ormas dilaporkan meminta Tunjangan Hari Raya (THR) secara paksa, bahkan mengganggu proses pembangunan pabrik mobil listrik PT BYD di Subang, Jawa Barat. Kasus ini mencuat setelah Wakil Ketua MPR RI, Eddy Soeparno, menerima aduan langsung dari markas besar BYD di Shenzhen, China.

Maraknya aksi ormas yang meresahkan ini memicu penolakan dari masyarakat di berbagai daerah. Salah satu contohnya adalah penolakan terhadap ormas Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya di Bali. Wakil Gubernur Bali, I Nyoman Giri Prasta, menyatakan bahwa ormas dari luar tidak diperlukan untuk menjaga ketertiban dan keamanan di wilayah Bali, karena Bali telah memiliki sistem keamanan berbasis kearifan lokal melalui pecalang atau petugas keamanan desa adat. Pecalang selama ini terbukti efektif membantu aparat kepolisian dan TNI dalam menjaga keamanan dan ketertiban di lingkungan masyarakat adat.

Polri berharap, dengan operasi pemberantasan premanisme ini, masyarakat dapat merasa lebih aman dan terlindungi, serta iklim investasi di Indonesia dapat menjadi lebih kondusif. Upaya ini juga diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum dan pemerintah.