KPK Usut Dugaan Korupsi Jampidsus Terkait Lelang Saham PT Gunung Bara Utama

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikabarkan tengah melakukan penyelidikan terhadap dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Febri Adriansyah. Informasi ini disampaikan oleh Indonesia Police Watch (IPW) yang sebelumnya melaporkan kasus tersebut ke KPK.

Sugeng Teguh Santoso, Koordinator IPW, mengungkapkan bahwa laporan dugaan korupsi terkait lelang paket saham PT Gunung Bara Utama (GBU) telah ditingkatkan statusnya ke tahap penyelidikan. Menurut Sugeng, peningkatan status ini mengindikasikan adanya dugaan tindak pidana korupsi yang sedang didalami oleh KPK. Peningkatan status ini didasarkan pada hasil penelaahan oleh Direktorat Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK yang menemukan indikasi awal tindak pidana.

Koalisi Sipil Selamatkan Tambang (KSST) melalui Koordinatornya, Ronald Loblobly, menyatakan kesiapannya untuk memberikan keterangan tambahan jika dibutuhkan oleh KPK. Ronald menambahkan, saat ini belum ada permintaan bukti tambahan dari KPK, namun KSST siap memberikan informasi jika ada bukti-bukti penguat lainnya yang relevan.

Kasus ini bermula dari laporan IPW dan sejumlah organisasi masyarakat sipil yang diajukan ke KPK pada 27 Mei 2024. Laporan tersebut menyoroti dugaan korupsi dalam pelaksanaan lelang barang rampasan berupa satu paket saham PT Gunung Bara Utama (GBU). Saham tersebut merupakan aset yang dirampas dari kasus korupsi asuransi PT Jiwasraya dan dilelang oleh Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejaksaan Agung pada 18 Juni 2023. PT Indobara Putra Mandiri (IUM) memenangkan lelang tersebut.

IPW menduga adanya praktik permufakatan jahat atau kecurangan dalam proses lelang yang merugikan keuangan negara. Sugeng menjelaskan bahwa PT IUM baru didirikan 10 hari sebelum penjelasan lelang oleh Kejaksaan Agung. Menurut perhitungan IPW dan organisasi masyarakat lainnya, nilai saham PT Gunung Bara Utama seharusnya mencapai Rp 12 triliun. Namun, saham tersebut dijual dengan harga Rp 1,945 triliun, sehingga negara diduga mengalami kerugian sekitar Rp 7 triliun. Dugaan kerugian negara ini menjadi dasar bagi IPW untuk melaporkan kasus ini ke KPK.

Kasus ini bermula saat Kejari Kubar (Kutai Barat) atau Kukar (Kutai Kartanegara) menyampaikan bahwa nilai yang disita sekitar Rp 10 triliun pada tahun 2023. Sehingga IPW menduga ada permainan dalam proses lelang tersebut yang menyebabkan kerugian negara.