Penerapan E-Voting pada Pemilu Nasional: Antara Potensi dan Kesiapan Infrastruktur
Wacana penerapan electronic voting (e-voting) dalam pemilihan umum (pemilu) di Indonesia kembali mencuat, memicu perdebatan mengenai kesiapan infrastruktur dan implikasi terhadap integritas proses demokrasi.
Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati, menekankan bahwa meskipun e-voting menawarkan potensi peningkatan transparansi dan akuntabilitas, terdapat sejumlah tantangan mendasar yang perlu diatasi. Salah satu isu utama adalah kesiapan infrastruktur digital yang belum merata di seluruh pelosok negeri. Ketimpangan akses terhadap teknologi dan jaringan internet dapat menghambat implementasi e-voting secara efektif dan berpotensi menimbulkan diskriminasi terhadap pemilih di daerah-daerah terpencil.
Selain masalah infrastruktur, Neni juga menyoroti pentingnya kesepakatan politik dari seluruh peserta pemilu. Penerapan e-voting memerlukan konsensus yang kuat untuk memastikan kepercayaan dan penerimaan dari semua pihak yang terlibat. Tanpa dukungan politik yang solid, sistem e-voting dapat menjadi sumber kontroversi dan ketidakpercayaan.
Neni mengingatkan pengalaman penggunaan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) pada Pemilu 2024. Meskipun dirancang sebagai alat bantu, Sirekap justru menimbulkan polemik karena ketidaksiapan sistem. Hal ini menjadi pelajaran berharga mengenai pentingnya persiapan yang matang sebelum menerapkan teknologi baru dalam pemilu.
Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya sebelumnya menyampaikan bahwa e-voting telah berhasil diterapkan dalam pemilihan kepala desa (pilkades) di sejumlah daerah. Keberhasilan ini menjadi dasar optimisme untuk memperluas penggunaan e-voting ke pemilihan yang lebih besar, seperti pemilihan kepala daerah (pilkada), pemilihan legislatif (pileg), dan pemilihan presiden (pilpres).
Namun, Neni menekankan bahwa keberhasilan e-voting dalam pilkades tidak serta merta menjamin keberhasilan dalam pemilu nasional. Skala dan kompleksitas pemilu nasional jauh lebih besar, sehingga memerlukan persiapan yang lebih komprehensif.
Berikut adalah tantangan yang perlu dipertimbangkan dalam penerapan e-voting:
- Kesiapan sumber daya manusia: Operator dan pemilih perlu dilatih untuk menggunakan sistem e-voting dengan benar.
- Infrastruktur digital yang belum merata: Akses internet yang stabil dan terjangkau harus tersedia di seluruh wilayah.
- Keamanan siber: Sistem e-voting harus terlindungi dari serangan siber yang dapat merusak integritas data.
- Transparansi dan akuntabilitas: Proses audit harus jelas dan dapat diakses oleh publik.
- Biaya: Penerapan e-voting memerlukan investasi yang signifikan dalam infrastruktur dan pelatihan.
Jika tidak dipersiapkan dengan matang, penerapan e-voting dapat menjadi bumerang yang merusak kredibilitas pemilu. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian mendalam dan uji coba yang komprehensif sebelum memutuskan untuk menerapkan e-voting secara nasional.
Dengan mempertimbangkan potensi manfaat dan tantangan yang ada, penerapan e-voting dalam pemilu di Indonesia memerlukan perencanaan yang matang, persiapan yang komprehensif, dan komitmen dari semua pihak terkait. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa sistem e-voting dapat meningkatkan efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas pemilu, serta memperkuat kepercayaan publik terhadap proses demokrasi.