Gelombang Penutupan Ritel dan Polemik Outsourcing Mencuat: Dampak Ekonomi dan Keresahan Pekerja

Penutupan GS Supermarket dan Dampak pada Pekerja

Kabar mengejutkan datang dari industri ritel Indonesia. GS Supermarket, jaringan swalayan asal Korea Selatan, dikabarkan akan menghentikan seluruh operasionalnya di Indonesia pada akhir Mei 2025. Informasi ini pertama kali beredar melalui media sosial, memicu kekhawatiran akan nasib ratusan karyawan yang terancam kehilangan pekerjaan. Unggahan di platform X (sebelumnya Twitter) menyebutkan bahwa supermarket tersebut sedang melakukan obral diskon besar-besaran untuk menghabiskan stok barang sebelum penutupan.

Penutupan GS Supermarket ini menjadi pukulan telak bagi industri ritel yang baru saja mulai pulih pasca pandemi Covid-19. Meskipun sempat bertahan selama masa sulit tersebut, GS Supermarket kini menyerah pada tekanan ekonomi yang semakin berat. Belum ada pernyataan resmi dari pihak manajemen GS Supermarket mengenai alasan penutupan ini. Namun, spekulasi yang beredar menyebutkan bahwa persaingan yang ketat di industri ritel, perubahan perilaku konsumen, dan beban operasional yang tinggi menjadi faktor utama.

Problematika Outsourcing dan Upaya Pemerintah

Di tengah kabar buruk penutupan ritel, isu mengenai praktik outsourcing kembali mencuat. Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menyoroti berbagai permasalahan dalam sistem outsourcing, termasuk ketidakpastian karier dan upah yang tidak sesuai bagi para pekerja. Menaker mengungkapkan banyak pekerja berusia 40-50 tahun yang masih berstatus outsourcing tanpa jenjang karir yang jelas dan upah yang hanya setara Upah Minimum Provinsi (UMP), bahkan seringkali kurang dari itu.

Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan Kementerian Ketenagakerjaan untuk meninjau ulang dan mencari solusi untuk mengatasi masalah outsourcing ini. Pemerintah saat ini sedang menyusun Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) sebagai langkah awal untuk menghapus sistem outsourcing secara bertahap. Kebijakan ini disambut baik oleh para pekerja outsourcing yang selama ini merasa tidak memiliki kepastian kerja dan kesejahteraan yang layak.

Seorang karyawan kebersihan di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan, Budi (25), mengaku senang dengan wacana penghapusan outsourcing. Ia telah bekerja selama tujuh tahun dengan sistem outsourcing dan selalu dihantui rasa takut akan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Budi berharap jika kebijakan ini benar-benar direalisasikan, ia dan rekan-rekannya akan merasa lebih tenang dan memiliki kepastian akan masa depan mereka.

Kisah serupa juga diungkapkan oleh seorang karyawan kontrak di sebuah perusahaan swasta di Jakarta. Ia merasa diperlakukan berbeda dengan karyawan tetap lainnya, meskipun memiliki tanggung jawab pekerjaan yang sama. Karyawan tersebut tidak mendapatkan benefit seperti BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan, yang seharusnya menjadi haknya sebagai pekerja.

Swasembada Energi Melalui Kelapa Sawit

Dalam perkembangan lain, Presiden Prabowo Subianto menekankan pentingnya swasembada energi bagi Indonesia. Ia menyatakan bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk memproduksi Bahan Bakar Minyak (BBM) dari kelapa sawit dan tidak perlu lagi bergantung pada impor. Menurut Prabowo, impor BBM Indonesia mencapai 40 miliar dollar AS per tahun, sebuah angka yang sangat besar dan membebani perekonomian negara. Dengan memanfaatkan kelapa sawit sebagai bahan baku BBM, Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada impor dan meningkatkan kemandirian energi.