Peran Infeksi E. coli di Masa Kanak-Kanak dalam Meningkatkan Risiko Kanker Kolorektal Dini

Kanker kolorektal, yang umumnya menyerang individu berusia lanjut, kini menunjukkan peningkatan kasus pada kelompok usia muda dan paruh baya. Fenomena pergeseran usia ini mendorong para peneliti untuk mencari tahu faktor-faktor pemicunya. Sebuah studi terbaru mengindikasikan adanya korelasi antara infeksi bakteri Escherichia coli (E. coli) tertentu sejak masa kanak-kanak dan peningkatan risiko kanker kolorektal di usia muda.

E. coli merupakan bakteri yang secara alami menghuni usus manusia dan hewan. Sebagian besar strain bakteri ini tidak berbahaya, namun beberapa di antaranya menghasilkan racun yang dapat menyebabkan diare dan infeksi. Salah satu jenis racun yang dihasilkan, kolibaktin, memiliki kemampuan merusak DNA manusia.

Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Nature menyoroti bahwa kerusakan DNA akibat kolibaktin menjadi ciri khas pada pasien kanker kolorektal yang terdiagnosis sebelum usia 40 tahun. Hal ini berbeda dengan pasien yang terdiagnosis setelah usia 70 tahun. Prof. Ludmil Alexandrov dari UC San Diego, penulis senior studi tersebut, menyatakan bahwa lebih dari separuh kasus kanker kolorektal pada usia muda memiliki mutasi yang disebabkan oleh kolibaktin. Temuan ini mengarah pada hipotesis bahwa paparan terhadap bakteri penghasil kolibaktin kemungkinan besar terjadi pada 10 tahun pertama kehidupan. Anak-anak yang terinfeksi jenis E. coli tertentu dan mengalami mutasi di usus besar berpotensi memiliki risiko lebih tinggi terkena kanker kolorektal di usia muda.

Menindaklanjuti temuan ini, Prof. Alexandrov dan timnya tengah mengembangkan tes deteksi dini berbasis sampel tinja untuk mengidentifikasi mutasi akibat kolibaktin. Diharapkan deteksi dini ini dapat membuka jalan bagi strategi pencegahan, pemantauan, dan penanganan kanker kolorektal sejak usia muda.

Faktor Lain yang Mempengaruhi

Namun, beberapa ahli berpendapat bahwa hubungan langsung antara infeksi E. coli dan perkembangan kanker kolorektal masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Dr. Mariana Byndloss dari Vanderbilt University Medical Center, yang juga meneliti jenis E. coli berbahaya, mengemukakan bahwa penggunaan antibiotik, seperti untuk infeksi telinga atau radang tenggorokan, dapat menjadi faktor pemicu. Antibiotik dapat membunuh mikroba baik yang melindungi tubuh dari kolonisasi E. coli, sementara beberapa bakteri justru resistan terhadap antibiotik.

Selain itu, pola makan tinggi lemak, rendah serat, dan konsumsi makanan olahan juga dapat memperburuk kondisi kesehatan usus dan meningkatkan risiko kanker kolorektal. Pola makan yang tidak sehat tidak mendukung pertumbuhan mikroba baik yang penting untuk menjaga kesehatan usus.

Para ahli menekankan bahwa kanker kolorektal merupakan penyakit multifaktorial. Meskipun kolibaktin diyakini berperan dalam perkembangannya, penelitian lanjutan tetap diperlukan untuk mengonfirmasi temuan saat ini dan memahami interaksi kompleks antara faktor genetik, lingkungan, dan gaya hidup dalam perkembangan penyakit ini.