Perjanjian Roem-Royen: Tonggak Diplomasi Indonesia dalam Meraih Kedaulatan

Mengenang Perjanjian Roem-Royen: Jejak Diplomasi dalam Kemerdekaan Indonesia

Setiap tanggal 7 Mei, Indonesia memperingati salah satu peristiwa penting dalam sejarahnya, yaitu Perjanjian Roem-Royen. Perjanjian ini bukan sekadar catatan sejarah, melainkan sebuah simbol keberhasilan diplomasi Indonesia dalam menghadapi agresi militer Belanda dan meraih pengakuan kedaulatan.

Latar Belakang dan Proses Perundingan

Perjanjian Roem-Royen lahir dari situasi genting pasca-Agresi Militer II Belanda pada 19 Desember 1948. Agresi ini menyebabkan jatuhnya Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, ke tangan Belanda, serta penangkapan dan pengasingan para pemimpin Republik, termasuk Soekarno dan Hatta. Agresi militer ini memicu reaksi keras dari dunia internasional dan PBB.

Dewan Keamanan PBB kemudian membentuk Komisi Tiga Negara (KTN) sebagai mediator untuk memfasilitasi perundingan antara Indonesia dan Belanda. Perundingan ini berlangsung di Hotel Des Indes, Jakarta, dan menjadi harapan baru bagi upaya diplomasi Indonesia untuk mempertahankan eksistensinya di mata dunia.

Tokoh Kunci dan Isi Perjanjian

Perundingan ini menghasilkan kesepakatan yang kemudian dikenal sebagai Perjanjian Roem-Royen, diambil dari nama ketua delegasi masing-masing pihak, yaitu Mohammad Roem dari Indonesia dan Jan Herman van Roijen dari Belanda. Perjanjian ini secara garis besar mengatur mengenai kesanggupan Indonesia untuk menghentikan perang gerilya dan turut serta dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag dengan tujuan mempercepat penyerahan kedaulatan. Sementara itu, pihak Belanda menyetujui pengembalian Pemerintah RI ke Yogyakarta, menjamin penghentian operasi militer, dan tidak akan mendirikan negara baru di wilayah RI sebelum 19 Desember 1948.

Secara lebih rinci, isi perjanjian terbagi menjadi dua bagian utama:

Poin-poin Kesepakatan Delegasi Indonesia:

  • Menghentikan perang gerilya sesuai dengan resolusi Dewan Keamanan PBB.
  • Bekerja sama dalam memulihkan perdamaian dan menjaga keamanan.
  • Berpartisipasi dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag untuk mempercepat penyerahan kedaulatan tanpa syarat kepada Negara Indonesia Serikat.

Poin-poin Kesepakatan Delegasi Belanda:

  • Menyetujui kembalinya Pemerintah RI ke Yogyakarta.
  • Menjamin penghentian gerakan militer dan membebaskan tahanan politik.
  • Tidak mendirikan atau mengakui negara-negara di wilayah RI yang dikuasai sebelum 19 Desember 1948, dan tidak akan memperluas wilayah dengan merugikan Republik.
  • Menyetujui keberadaan RI sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat.
  • Berusaha agar KMB segera diadakan setelah Pemerintah Republik kembali ke Yogyakarta.

Signifikansi Perjanjian Roem-Royen

Perjanjian Roem-Royen memiliki dampak yang sangat signifikan bagi perjuangan kemerdekaan Indonesia. Perjanjian ini membuka jalan bagi pembebasan para pemimpin Republik dari pengasingan dan pengembalian pemerintahan ke Yogyakarta. Lebih penting lagi, perjanjian ini menjadi landasan untuk melanjutkan perundingan yang lebih komprehensif dalam Konferensi Meja Bundar (KMB), yang pada akhirnya menghasilkan pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda.

Perjanjian Roem-Royen adalah bukti nyata bahwa diplomasi dapat menjadi senjata yang ampuh dalam memperjuangkan kepentingan nasional. Keberhasilan Indonesia dalam mencapai kesepakatan ini tidak lepas dari dukungan internasional dan kelihaian para diplomat Indonesia dalam bernegosiasi. Semangat diplomasi yang ditunjukkan dalam Perjanjian Roem-Royen ini patut menjadi teladan bagi generasi penerus bangsa dalam menghadapi berbagai tantangan di era globalisasi ini.