Krisis BUKP Kulon Progo: Ratusan Nasabah Terjebak, Dana Miliaran Rupiah Tertahan

Krisis BUKP Kulon Progo: Ratusan Nasabah Terjebak, Dana Miliaran Rupiah Tertahan

Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, diguncang permasalahan serius yang menimpa Badan Usaha Kredit Pedesaan (BUKP) Wates. Ratusan nasabah kini berada dalam kondisi sulit akibat macetnya pencairan dana tabungan mereka. Total dana yang tertahan mencapai angka fantastis, yakni Rp 4,2 miliar di BUKP Wates dan Rp 4,3 miliar di BUKP Galur, menyebabkan kepanikan dan frustrasi di kalangan masyarakat.

Suroso, seorang pedagang angkringan berusia 62 tahun, menjadi salah satu korban dari situasi ini. Ia mengungkapkan kekecewaannya karena dana sebesar Rp 12 juta yang telah ditabung sejak tahun 2019 tak kunjung cair. Dana tersebut rencananya akan digunakan untuk membiayai wisuda anaknya di Semarang. Akibatnya, Suroso terpaksa mencari pinjaman dari berbagai sumber, termasuk arisan dan individu lainnya, untuk menutupi kebutuhan mendesak tersebut.

"Saya bertahan sampai uang didapatkan," ujar Suroso dengan nada getir saat ditemui di depan kantor BUKP Wates. Ia menambahkan bahwa kesulitan yang dialaminya semakin bertambah saat harus menggelar pernikahan anaknya. Tabungan yang diharapkan dapat membantu meringankan beban biaya pernikahan ternyata tidak dapat dicairkan, memaksa dirinya untuk kembali berutang. Setiap kali mendatangi kantor BUKP, Suroso hanya menerima janji-janji kosong dan diminta untuk bersabar.

"Akibatnya, saya dikejar tagihan pinjaman," keluhnya. Penghasilan dari usaha angkringannya tidak mencukupi untuk membayar cicilan utang yang semakin menumpuk. Kondisi ini menggambarkan betapa peliknya situasi yang dihadapi oleh para nasabah BUKP Wates.

Tenti, seorang staf BUKP Wates, menjelaskan bahwa penyebab utama macetnya pencairan dana adalah rush atau penarikan dana besar-besaran oleh nasabah. Ia mengakui bahwa BUKP sedang dalam proses penyelesaian masalah ini dan berupaya untuk menangani semua nasabah secara adil. Namun, ia juga mengeluhkan tekanan yang diberikan oleh nasabah, yang justru menghambat proses penyelesaian.

Nasib Wardoyo, seorang pendamping nasabah, menyoroti bahwa masalah ini telah berlangsung cukup lama, bahkan ada nasabah yang mengalami kesulitan pencairan sejak tiga tahun lalu. Ia mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi Suroso, yang merupakan tetangganya. Nasib berharap agar pemerintah provinsi segera turun tangan untuk menyelesaikan masalah ini, mengingat BUKP merupakan badan usaha milik provinsi yang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 01 Tahun 1989.

"Dalam pelaksanaannya, BUKP menghimpun dana masyarakat tapi kemudian tidak mampu membayarkannya. 30 persen saja yang bisa disalurkan dari dana yang dihimpun. 70 persennya ke mana?" tanya Nasib dengan nada curiga. Ia menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana masyarakat.

Nasib juga menyoroti bahwa masyarakat kecil menyimpan uang di BUKP untuk keperluan penting yang telah direncanakan jauh-jauh hari, seperti pernikahan, ibadah haji atau umrah, hingga khitanan anak. Macetnya pencairan dana ini telah menghancurkan impian dan rencana mereka.

Nasib dan para nasabah berencana untuk mengadukan masalah ini hingga ke Pemprov dan DPRD provinsi, serta berharap agar keluhan mereka didengar oleh Gubernur DIY. Mereka berharap agar tidak ada lagi korban yang mengalami nasib serupa.

"Sehingga tidak perlu ada korban seperti ini lagi," pungkas Nasib dengan nada penuh harap.