MUI dan Muhammadiyah Tegaskan Netralitas Terkait Isu Pemakzulan Wakil Presiden Gibran

Polemik seputar wacana pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka terus bergulir, menyeret sejumlah nama dan organisasi. Di tengah ramainya perbincangan tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Muhammadiyah secara tegas menyatakan diri netral dan tidak terlibat dalam pusaran politik praktis terkait isu tersebut. Penegasan ini disampaikan langsung oleh Ketua PP Muhammadiyah yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum MUI, Anwar Abbas.

Anwar Abbas menjelaskan bahwa MUI dan Muhammadiyah sebagai organisasi kemasyarakatan Islam, memiliki fokus utama pada penguatan nilai-nilai agama, budaya, serta pengawalan kebijakan pemerintah yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat. Keterlibatan dalam ranah politik praktis, seperti dukungan atau penolakan terhadap pemakzulan pejabat negara, bukan merupakan bagian dari agenda organisasi. Anwar Abbas menekankan bahwa isu pemakzulan Wakil Presiden Gibran merupakan ranah politik yang menjadi domain partai politik dan para politisi di parlemen. Ia mempersilakan pihak-pihak tersebut untuk menyampaikan aspirasi dan menjalankan proses politik sesuai dengan mekanisme yang berlaku.

Penegasan ini sekaligus membantah klaim yang sebelumnya beredar, yang menyebutkan bahwa MUI dan Muhammadiyah memberikan dukungan terhadap gerakan Forum Purnawirawan Prajurit TNI yang menuntut Gibran untuk dilengserkan dari jabatannya. Klaim tersebut muncul dari pernyataan Letjen TNI (Purn) Suharto dalam sebuah diskusi publik, yang menyebutkan adanya pertemuan antara Forum Purnawirawan dengan Habib Rizieq Shihab, serta undangan dari MUI dan Muhammadiyah yang mengindikasikan dukungan terhadap gerakan tersebut. Anwar Abbas secara implisit membantah klaim tersebut dengan menegaskan bahwa MUI dan Muhammadiyah tidak terlibat dalam politik praktis.

Lebih lanjut, Anwar Abbas menjelaskan bahwa perhatian utama MUI dan Muhammadiyah adalah bagaimana pemerintah, khususnya Presiden dan Wakil Presiden, dapat menjalankan pemerintahan dengan baik dan memberikan yang terbaik bagi bangsa dan negara. Hal ini meliputi upaya menciptakan kondisi kehidupan yang aman, tentram, damai, sejahtera, dan berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, dengan menjunjung tinggi nilai-nilai budaya dan ajaran agama sesuai dengan amanat Pancasila dan konstitusi.

Sebagai informasi tambahan, Forum Purnawirawan Prajurit TNI sendiri telah menyampaikan delapan tuntutan sebagai pernyataan sikap terhadap kondisi terkini bangsa. Tuntutan-tuntutan tersebut mencakup berbagai aspek, mulai dari sistem ketatanegaraan hingga kebijakan ekonomi dan penegakan hukum. Berikut adalah daftar lengkap tuntutan Forum Purnawirawan Prajurit TNI:

  • Kembali ke UUD 1945 asli sebagai tata hukum politik dan tata tertib pemerintahan.
  • Mendukung program kerja Kabinet Merah Putih yang dikenal sebagai (ASTA CITA), kecuali untuk kelanjutan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN).
  • Menghentikan proyek strategis nasional (PSN) PIK 2, PSN Rempang dan kasus yang serupa dikarenakan sangat merugikan dan menindas masyarakat serta berdampak pada kerusakan lingkungan.
  • Menghentikan tenaga kerja asing China yang masuk ke wilayah NKRI dan mengembalikan tenaga kerja China ke negara asalnya.
  • Pemerintah wajib melakukan penertiban pengelolaan pertambangan yang tidak sesuai dengan aturan dan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 Ayat 2 dan Ayat 3.
  • Melakukan reshuffle kepada para menteri, yang sangat diduga telah melakukan kejahatan korupsi dan mengambil tindakan tegas kepada para Pejabat dan Aparat Negara yang masih terikat dengan kepentingan mantan Presiden ke-7 RI Joko Widodo.
  • Mengembalikan Polri pada fungsi Kamtibmas (keamanan dan ketertiban masyarakat) di bawah Kemendagri.
  • Mengusulkan pergantian Wakil Presiden kepada MPR karena keputusan MK terhadap Pasal 169 Huruf Q Undang-Undang Pemilu telah melanggar hukum acara MK dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.