Gelombang Penutupan Gerai Ritel: Antara Beban Operasional dan Pergeseran Perilaku Konsumen

Fenomena penutupan gerai ritel kembali mencuat di Indonesia, memunculkan pertanyaan besar tentang keberlangsungan industri ini di tengah gempuran perubahan zaman. Setelah LuLu Hypermarket menutup seluruh jaringannya, kini giliran GS Supermarket, jaringan ritel asal Korea Selatan, mengumumkan rencana penutupan seluruh gerainya di Indonesia pada akhir Mei 2025. Keputusan ini menambah daftar panjang peritel yang berguguran, menimbulkan kekhawatiran akan masa depan sektor ritel konvensional.

Penutupan GS Supermarket, yang sebelumnya telah diakuisisi oleh pihak lain, menjadi simbol tantangan berat yang dihadapi peritel di Indonesia. Beban biaya operasional yang tinggi, persaingan ketat dengan platform belanja daring, dan pergeseran perilaku konsumen menjadi faktor-faktor utama yang memicu gelombang penutupan gerai. Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), Budihardjo Iduansjah, mengungkapkan bahwa biaya operasional yang tinggi menjadi momok bagi ritel, terutama bagi mereka yang berskala kecil dan menengah. Jumlah gerai yang terbatas membuat biaya operasional semakin membengkak, sehingga sulit bersaing dengan peritel yang memiliki jaringan lebih luas.

Perubahan perilaku konsumen juga menjadi faktor signifikan. Masyarakat kini lebih memilih berbelanja secara daring, yang menawarkan kemudahan dan harga yang lebih kompetitif. Kehadiran e-commerce telah mengubah lanskap ritel secara fundamental, memaksa peritel konvensional untuk beradaptasi atau tergerus oleh zaman. Selain itu, kondisi geopolitik global dan perang tarif juga memberikan tekanan pada industri ritel, menyebabkan melemahnya daya beli masyarakat dan lesunya pasar dalam negeri.

Data dari Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menunjukkan bahwa penjualan ritel selama Ramadan dan Lebaran 2025 mengalami penurunan yang signifikan dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Hal ini mengindikasikan bahwa daya beli masyarakat sedang mengalami penurunan, yang berdampak langsung pada kinerja sektor ritel.

Namun, Budihardjo menegaskan bahwa penutupan gerai tidak selalu menjadi tanda lesunya seluruh industri ritel. Ia mencatat bahwa ekspansi ritel masih terjadi, terutama di wilayah luar Jakarta. Beberapa segmen ritel, seperti personal care dan minimarket, masih menunjukkan pertumbuhan yang positif. Hal ini menunjukkan bahwa potensi pasar ritel di Indonesia masih besar, asalkan pelaku usaha mampu beradaptasi dengan perubahan zaman dan memanfaatkan peluang yang ada.

Untuk mendorong pertumbuhan industri ritel, Budihardjo mengusulkan agar pemerintah memberikan stimulus, seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) atau voucher belanja, untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Ia juga menekankan pentingnya transformasi di sektor ritel, dengan mengadopsi strategi omnichannel yang memadukan toko fisik dan digital. Dengan demikian, peritel dapat menjangkau konsumen lebih luas dan meningkatkan daya saing di era digital.

Berikut adalah poin-poin penting yang dapat disimpulkan dari fenomena penutupan gerai ritel:

  • Beban Biaya Operasional: Biaya operasional yang tinggi menjadi tantangan utama bagi peritel, terutama yang berskala kecil dan menengah.
  • Pergeseran Perilaku Konsumen: Masyarakat kini lebih memilih berbelanja secara daring, yang menawarkan kemudahan dan harga yang lebih kompetitif.
  • Dampak Geopolitik: Kondisi geopolitik global dan perang tarif juga memberikan tekanan pada industri ritel, menyebabkan melemahnya daya beli masyarakat.
  • Transformasi Ritel: Pelaku ritel perlu mengadopsi strategi omnichannel dan beradaptasi dengan perubahan zaman untuk tetap bersaing.
  • Peran Pemerintah: Pemerintah perlu memberikan stimulus untuk meningkatkan daya beli masyarakat dan mendorong pertumbuhan industri ritel.

Industri ritel di Indonesia sedang berada di persimpangan jalan. Perubahan perilaku konsumen dan tekanan ekonomi memaksa pelaku usaha untuk berinovasi dan beradaptasi. Pemerintah juga memiliki peran penting dalam menciptakan iklim usaha yang kondusif dan mendorong daya beli masyarakat. Hanya dengan kerja sama dari semua pihak, industri ritel di Indonesia dapat bertahan dan terus berkembang di era digital ini.