Tragedi Padang Panjang: Bus ALS Terguling, Belasan Nyawa Melayang Akibat Dugaan Rem Blong
Tragedi kembali menghantam dunia transportasi darat Indonesia. Sebuah bus Antar Lintas Sumatera (ALS) dengan nomor polisi B 7512 FGA mengalami kecelakaan tragis di dekat Terminal Bukit Surungan, Kota Padang Panjang, Sumatera Barat, pada hari Selasa, 6 Mei 2025. Insiden nahas ini mengakibatkan 12 orang kehilangan nyawa, menambah daftar panjang kecelakaan maut yang melibatkan bus di tanah air.
Kecelakaan maut ini diduga kuat disebabkan oleh masalah pada sistem pengereman bus. Menurut laporan yang diterima, bus ALS yang melayani rute Medan-Bekasi itu melaju dari arah Bukittinggi menuju Kota Padang. Setibanya di dekat simpang Terminal Busur, diduga sistem pengereman bus mengalami kegagalan fungsi, yang menyebabkan kendaraan tersebut hilang kendali dan akhirnya terguling.
Plt Dirjen Perhubungan Darat, Ahmad Yani, mengungkapkan bahwa berdasarkan data yang tercatat di Aplikasi Mitra Darat, bus ALS yang terlibat kecelakaan tersebut ternyata tidak memiliki izin operasi yang sah. Selain itu, masa uji berkala kendaraan tersebut juga telah berakhir pada tanggal 14 Mei 2025.
Pengamat transportasi, Djoko Setijowarno, yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, menyoroti berbagai faktor yang menjadi penyebab berulangnya kecelakaan transportasi di Indonesia. Faktor-faktor tersebut meliputi:
- Kondisi kendaraan yang tidak laik jalan
- Kelelahan pengemudi
- Kesehatan pengemudi
- Pembinaan dan penindakan yang kurang efektif
Djoko Setijowarno mengungkapkan bahwa berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan oleh Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) terhadap sejumlah kecelakaan yang terjadi sejak tahun 2015, terutama yang melibatkan angkutan umum, ditemukan bahwa kegagalan sistem pengereman dan kelelahan pengemudi menjadi faktor dominan penyebab kecelakaan. Kegagalan sistem pengereman dapat disebabkan oleh kondisi pengemudi yang tidak siap atau tidak menguasai kendaraan, serta kondisi kendaraan itu sendiri yang tidak memenuhi standar keselamatan. Sementara itu, kelelahan pengemudi seringkali disebabkan oleh kurangnya waktu istirahat yang memadai.
KNKT mencatat bahwa sekitar 84 persen kecelakaan terjadi akibat kombinasi antara kegagalan sistem pengereman dan kelelahan pengemudi. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya pemeliharaan kendaraan yang rutin dan memastikan kondisi fisik serta mental pengemudi dalam keadaan prima sebelum mengemudikan kendaraan.
Djoko Setijowarno juga menyoroti rendahnya kecakapan pengemudi dalam mengoperasikan kendaraan, serta buruknya kondisi kerja pengemudi bus dan truk di Indonesia. Waktu kerja yang panjang, waktu istirahat yang minim, serta tidak adanya regulasi yang melindungi hak-hak pengemudi, membuat mereka rentan terhadap kelelahan dan microsleep, yang dapat berakibat fatal.
Lebih lanjut, Djoko Setijowarno mengkritik kebijakan pemotongan anggaran keselamatan transportasi yang dinilai serampangan. Ia meminta Menteri Perhubungan untuk menjamin bahwa sarana transportasi dan fasilitas keselamatan transportasi selalu dalam kondisi siap digunakan dengan baik. Menurutnya, pemerintah harus jujur kepada publik jika memang tidak memiliki anggaran yang cukup untuk memprioritaskan keselamatan transportasi.
Djoko Setijowarno menekankan bahwa pemotongan anggaran yang tidak tepat sasaran dapat menghambat upaya antisipasi masalah kecelakaan, termasuk dalam hal pengumpulan data dan investigasi. Ia mendesak agar anggaran program keselamatan di Kementerian Perhubungan tidak dikurangi, termasuk anggaran operasional Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT). Djoko Setijowarno juga menyatakan bahwa Indonesia saat ini berada dalam kondisi Darurat Keselamatan Transportasi, sehingga diperlukan harmonisasi penegakan hukum untuk meningkatkan keselamatan di jalan raya.