Industri Tekstil Nasional Mengkhawatirkan Dampak Tarif Impor Bahan Baku, Pemerintah Diminta Bertindak
Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia saat ini menghadapi tantangan kompleks yang mengancam keberlanjutannya. Kombinasi antara penurunan permintaan ekspor dan potensi pemberlakuan tarif impor baru telah menciptakan tekanan signifikan pada sektor ini.
Salah satu isu utama yang menjadi perhatian para pengusaha tekstil adalah wacana pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) terhadap produk Benang Partially Oriented Yarn (POY) dan Drawn Textured Yarn (DTY). POY dan DTY merupakan komponen vital dalam produksi tekstil berbasis poliester, dan digunakan secara luas sebagai bahan baku utama dalam pembuatan kain sintetis dan berbagai produk tekstil lainnya. Ketersediaan pasokan POY dan DTY yang stabil, berkualitas, dan dengan harga yang kompetitif sangat penting bagi kelangsungan dan efisiensi industri hilir, termasuk sektor garmen, konveksi, dan tekstil rumah tangga.
Para pelaku industri mengungkapkan kekhawatiran bahwa kapasitas produksi POY dan DTY dalam negeri saat ini belum sepenuhnya mampu memenuhi kebutuhan industri hilir. Mereka berpendapat bahwa volume pasokan, konsistensi kualitas, dan harga yang terjangkau masih menjadi isu yang perlu diperbaiki. Meskipun memahami pentingnya instrumen trade remedies seperti BMAD untuk melindungi produsen dalam negeri, para pengusaha tekstil menekankan perlunya keseimbangan antara kepentingan industri hulu dan hilir. Mereka khawatir bahwa penerapan BMAD yang terlalu tinggi dapat memberikan tekanan berlebihan pada sektor hilir yang padat karya dan memiliki kontribusi besar terhadap penyerapan tenaga kerja.
Direktur PT Sipatamoda Indonesia, Ian Syarif, menyampaikan bahwa peningkatan bea masuk atas POY dan DTY berpotensi meningkatkan biaya produksi secara keseluruhan, yang pada gilirannya akan memengaruhi daya saing produk tekstil Indonesia di pasar domestik maupun internasional. Berdasarkan laporan akhir penyelidikan oleh Komite Anti Dumping Indonesia (KADI), usulan pengenaan BMAD dapat mencapai tarif hingga 42,30%. Hal ini tentu menjadi perhatian serius bagi para pelaku industri.
Menanggapi situasi tersebut, Ian Syarif dan para pelaku industri lainnya telah menyampaikan petisi kepada Presiden terpilih Prabowo Subianto. Petisi ini merupakan bentuk aspirasi konstruktif yang mencerminkan harapan agar pemerintah dapat menerapkan kebijakan pengendalian impor yang proporsional dan berdasarkan data yang akurat mengenai kapasitas produksi nasional. Petisi tersebut ditandatangani oleh lebih dari 101 perusahaan industri TPT nasional, yang menekankan perlunya pendekatan kebijakan yang mempertimbangkan ketersediaan bahan baku bagi sektor hilir, sambil tetap memberikan ruang bagi pertumbuhan industri bahan baku domestik.
Para pengusaha tekstil berharap bahwa pemerintah dapat mengambil kebijakan yang akomodatif dan berbasis data, sehingga Indonesia dapat menjaga keseimbangan antara melindungi industri dalam negeri dan memastikan keberlanjutan ekosistem industri tekstil secara menyeluruh. Kebijakan yang tepat diharapkan dapat menjaga daya saing industri TPT Indonesia di tengah persaingan global yang semakin ketat.