Asisten Artis JF Terseret Pusaran Kasus Vape Ilegal Berisi Etomidate
Kasus peredaran vape ilegal yang mengandung etomidate, menyeret nama artis Jonathan Frizzy, memasuki babak baru. Pihak kepolisian telah menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus ini, termasuk seorang wanita berinisial ER yang ternyata adalah asisten pribadi dari Jonathan Frizzy, atau yang akrab disapa Ijonk.
"Salah satu tersangka, seorang wanita berinisial ER, adalah asisten dari JF," ungkap Kasat Resnarkoba Polresta Bandara Soetta, AKP Michael Tandayu, kepada awak media. Menurut keterangan Michael, ER diduga berperan sebagai pihak yang diperintahkan oleh Ijonk untuk mengambil vape berisi zat psikotropika tersebut di bandara. Namun, ER kemudian mendelegasikan tugas tersebut kepada saudara laki-lakinya, BTR, yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak kepolisian. BTR sendiri diketahui kerap menerima perintah dari Ijonk melalui ER.
Meski berstatus sebagai tersangka, Jonathan Frizzy tidak ditahan oleh pihak kepolisian. AKP Michael Tandayu menjelaskan bahwa keputusan ini diambil dengan mempertimbangkan kondisi kesehatan Ijonk yang baru saja menjalani operasi. Selain itu, Ijonk dinilai kooperatif selama proses pemeriksaan berlangsung.
"Yang bersangkutan tidak ditahan, namun dikenakan wajib lapor. Hal ini juga memberikan kesempatan baginya untuk menjalani pemulihan dan kontrol dokter pasca-operasi," imbuh Michael.
Sebelumnya, Ijonk menjalani pemeriksaan sebagai tersangka pada hari Senin. Pemeriksaan berlangsung selama beberapa jam, mulai dari siang hingga malam hari. Polisi juga telah melakukan tes urine terhadap Jonathan Frizzy, dan hasilnya menunjukkan negatif narkoba.
Kasus ini bermula dari penangkapan BTR pada bulan Maret lalu, atas temuan 100 buah vape yang mengandung etomidate oleh petugas Bea Cukai Soekarno-Hatta. Dari penangkapan tersebut, polisi kemudian mengembangkan penyelidikan hingga menetapkan ER dan Ijonk sebagai tersangka.
Jonathan Frizzy dijerat dengan Pasal 435 subsider pasal 436 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan juncto Pasal 55 KUHPidana. Ia terancam hukuman maksimal 12 tahun penjara.