Antisipasi Gelombang PHK 2025, DPR Mendorong Peran Aktif Pemerintah dalam Mendukung Pekerja

Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang diperkirakan akan terjadi pada tahun 2025 mendatang, menjadi perhatian serius di tingkat legislatif. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Puan Maharani, menekankan pentingnya kehadiran negara dalam mendampingi para pekerja yang berpotensi terdampak. Pernyataan ini muncul sebagai respons terhadap laporan peningkatan angka PHK yang signifikan di awal tahun 2025, yang dianggap sebagai sinyal bahwa sistem ketenagakerjaan Indonesia masih rentan terhadap guncangan ekonomi dan perubahan lanskap industri akibat digitalisasi.

Menurut data dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), dalam kurun waktu Januari hingga akhir April 2025, tercatat lebih dari 24 ribu pekerja telah mengalami PHK. Jumlah ini setara dengan sepertiga dari total PHK yang terjadi sepanjang tahun 2024. Jawa Tengah, DKI Jakarta, dan Riau menjadi provinsi dengan angka PHK tertinggi, dengan sektor industri pengolahan, perdagangan besar dan eceran, serta jasa sebagai kontributor utama.

Puan Maharani menyoroti bahwa pemerintah tidak boleh hanya mengandalkan bantuan sosial sebagai solusi. Ia mengusulkan pendekatan yang lebih komprehensif, yaitu pembangunan ekosistem kewirausahaan yang berkelanjutan. Ekosistem ini mencakup berbagai aspek, mulai dari pendampingan intensif, akses mudah ke pembiayaan, program pelatihan yang relevan dengan kebutuhan pasar, adopsi teknologi digital, hingga integrasi dengan jaringan pasar yang luas.

"Jangan biarkan para pekerja yang terkena PHK berjuang sendiri. Negara harus hadir mendampingi mereka melalui proses transisi ini dengan pendekatan yang terukur dan efektif," tegas Puan.

Lebih lanjut, Puan memperingatkan agar program pemberdayaan wirausaha tidak hanya berhenti pada pelatihan dasar atau bantuan modal kecil yang bersifat sementara. Ia menekankan bahwa tujuan utama adalah menciptakan wirausaha yang mandiri, berdaya saing, dan mampu menghasilkan pendapatan yang layak.

"Kita tidak ingin rakyat didorong menjadi wirausaha, tetapi hanya menghasilkan usaha-usaha subsisten dengan pendapatan rendah. Itu bukan pemberdayaan, tetapi pengalihan tanggung jawab struktural," ujarnya.

Menurutnya, situasi ini menjadi momentum penting untuk mendorong model ekonomi kerakyatan yang berdaya saing global. Penanganan PHK harus dilihat sebagai peluang untuk membangun ekonomi rakyat yang lebih kuat dan bermartabat. Pemerintah diharapkan dapat mengambil langkah-langkah strategis untuk memastikan bahwa PHK bukan akhir dari segalanya, melainkan awal dari fase baru bagi ekonomi rakyat. Hal ini hanya dapat terwujud jika negara hadir secara aktif dan memberikan dukungan yang berkelanjutan kepada para pekerja yang terdampak.