Gelombang Penutupan Gerai Ritel: Antara Biaya Operasional dan Pergeseran Konsumen ke Platform Digital
Perlambatan ekonomi dan perubahan perilaku konsumen memaksa sejumlah peritel untuk menutup gerai mereka. Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) menyoroti tingginya biaya operasional dan skala bisnis yang belum memadai sebagai faktor utama dalam fenomena ini.
Ketua Umum Hippindo, Budihardjo Iduansjah, mengungkapkan bahwa peritel dengan jumlah gerai terbatas kesulitan bersaing dengan jaringan yang lebih besar. "Biaya operasional yang besar menjadi tantangan utama. Perusahaan dengan hanya sedikit gerai akan kesulitan bersaing," ujarnya di Jakarta, Selasa (6/5/2025).
Selain itu, pergeseran kebiasaan belanja konsumen ke platform online juga memberikan tekanan signifikan pada bisnis ritel konvensional. Konsumen semakin memilih kemudahan dan fleksibilitas berbelanja online, yang memaksa peritel untuk beradaptasi.
Kendati demikian, Budihardjo menegaskan bahwa toko fisik tetap memiliki peran penting. Banyak peritel kini memperluas jangkauan mereka dengan memanfaatkan kanal online untuk menjangkau konsumen yang lebih luas dan meningkatkan daya saing. Hal ini termasuk mengintegrasikan pengalaman berbelanja online dan offline (O2O) untuk memberikan nilai tambah kepada pelanggan.
Industri ritel di Indonesia, menurut Hippindo, masih memiliki prospek yang cerah. Dengan populasi yang besar dan pasar domestik yang kuat, Indonesia menawarkan potensi pertumbuhan yang signifikan. Peluang ekspor juga menjadi faktor pendorong pertumbuhan bagi industri ini.
Perkembangan ritel bervariasi di setiap kategori. Penjualan produk perawatan pribadi diprediksi akan mengalami pertumbuhan yang signifikan, terutama melalui platform online. Sementara itu, segmen minimarket diharapkan tumbuh stabil.
Budihardjo juga memperingatkan bahwa perang dagang antara Amerika Serikat dan China dapat berdampak negatif pada ekonomi Indonesia, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi sektor ritel. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya dukungan pemerintah untuk membantu peritel mengatasi tantangan yang ada.
Dukungan tersebut dapat berupa:
- Penyederhanaan proses perizinan.
- Pengurangan beban pajak.
- Pemberian stimulus ekonomi, seperti bantuan langsung tunai atau voucher belanja, untuk meningkatkan daya beli masyarakat.
Hippindo juga mendesak pemerintah untuk meninjau kembali kebijakan efisiensi anggaran yang dinilai dapat menghambat pertumbuhan ekonomi. Kebijakan yang mendukung investasi dan konsumsi sangat dibutuhkan untuk menjaga momentum pertumbuhan sektor ritel.
Beberapa tahun belakangan, sejumlah peritel besar seperti Giant, Matahari Department Store, dan Alfamart telah mengambil langkah penutupan atau pengurangan gerai sebagai respons terhadap perubahan pasar dan tekanan ekonomi. Kondisi ini menjadi sinyal perlunya adaptasi dan inovasi berkelanjutan bagi para pelaku industri ritel agar tetap relevan dan kompetitif di era digital ini.