Industri Tekstil Nasional Terancam Gelombang PHK Akibat Tekanan Ekonomi dan Kebijakan

Industri Tekstil Nasional di Persimpangan Jalan: Antara Tantangan Ekonomi dan Regulasi

Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) nasional saat ini tengah menghadapi masa-masa sulit. Kombinasi antara melemahnya daya beli masyarakat, biaya produksi yang tinggi, dan kebijakan-kebijakan yang dinilai kurang mendukung menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan industri padat karya ini. Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pun menjadi momok yang menghantui, seiring dengan semakin beratnya beban yang harus dipikul oleh para pelaku usaha.

Sektor TPT merupakan salah satu pilar penting dalam perekonomian Indonesia. Data menunjukkan bahwa terdapat lebih dari 5.000 perusahaan TPT skala besar dan menengah, serta hampir satu juta industri mikro dan kecil yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini. Industri ini juga menyerap lebih dari 3 juta tenaga kerja pada tahun 2024. Namun, kontribusi signifikan ini terancam sirna jika tidak ada langkah-langkah strategis untuk mengatasi permasalahan yang ada.

Salah satu tantangan utama yang dihadapi industri TPT adalah daya saing produk lokal yang semakin tergerus. Kenaikan harga produk, ditambah dengan lesunya perekonomian nasional dan penurunan daya beli masyarakat, membuat produk TPT lokal semakin sulit bersaing dengan produk impor. Kemudahan akses terhadap produk murah dan berkualitas melalui platform e-commerce juga semakin memperburuk keadaan.

Wilky Kurniawan, Direktur PT Anggana Kurnia Putra, menyoroti pentingnya menjaga minat masyarakat terhadap produk lokal demi menjaga stabilitas ekonomi nasional. Namun, ia juga mengakui bahwa harga yang terlalu tinggi akan menurunkan minat beli masyarakat dan berdampak negatif pada penjualan produk lokal.

Lebih lanjut, Kurniawan menyoroti dampak pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) terhadap produk Benang Partially Oriented Yarn (POY) dan Drawn Textured Yarn (DTY). Menurutnya, BMAD dengan tarif hingga 42,30 persen akan meningkatkan biaya produksi secara signifikan, mengingat POY dan DTY merupakan bahan baku utama dalam pembuatan benang. Kenaikan harga benang akan berdampak domino pada industri hilir, mulai dari pembuatan kain hingga produk pakaian jadi.

Kondisi ini, lanjut Kurniawan, akan semakin memukul industri TPT nasional dan berpotensi menyebabkan penutupan usaha serta PHK. Ia menilai bahwa pengenaan BMAD terhadap POY dan DTY hanya akan menguntungkan segelintir perusahaan, sementara di sisi lain membebani seluruh industri.

Para pelaku usaha TPT berharap pemerintah dapat segera mengambil langkah-langkah konkret untuk mengatasi permasalahan yang ada dan menciptakan iklim usaha yang kondusif. Dukungan terhadap industri TPT tidak hanya akan menyelamatkan jutaan lapangan kerja, tetapi juga menjaga stabilitas ekonomi nasional secara keseluruhan.

Daftar Tantangan Industri TPT:

  • Melemahnya daya beli masyarakat
  • Biaya produksi yang tinggi
  • Persaingan dengan produk impor
  • Kebijakan BMAD yang memberatkan
  • Ancaman PHK