IDAI Pertanyakan Mutasi Dokter Anak oleh Kemenkes di Hadapan DPR
IDAI Soroti Dugaan Penyalahgunaan Wewenang Kemenkes Terkait Mutasi Dokter Anak
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyampaikan keluhan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkait dugaan penyalahgunaan wewenang (abuse of power) yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Aduan ini berkaitan dengan mutasi sejumlah dokter anak yang dinilai sepihak dan tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Pimpinan IDAI, Piprim Basarah Yanuarso, mengungkapkan kekecewaannya atas tindakan Kemenkes yang dianggap tiba-tiba dan melanggar peraturan perundang-undangan tentang mutasi Aparatur Sipil Negara (ASN). IDAI menduga bahwa mutasi ini menyasar pengurus IDAI yang kritis terhadap kebijakan Kemenkes, terutama terkait dengan pengelolaan Kolegium Ilmu Kesehatan Anak Indonesia.
Polemik Kolegium dan Dugaan Mutasi Terkait
IDAI berpendapat bahwa kolegium seharusnya dibentuk oleh para ahli di bidangnya masing-masing, sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023. Pembentukan kolegium ini seharusnya independen dan dipilih melalui kongres, bukan melalui penunjukan langsung.
Menurut Piprim, permasalahan ini bermula pada Kongres Nasional Ilmu Kesehatan Anak di Semarang pada tahun 2024. Saat itu, IDAI menegaskan komitmennya untuk mempertahankan kolegium berdasarkan hasil kongres. Namun, beberapa bulan kemudian, muncul mutasi yang diduga terkait dengan sikap organisasi tersebut.
Kejanggalan dalam Proses Mutasi
Piprim membeberkan sejumlah nama dokter yang terkena mutasi, termasuk dirinya sendiri dan Hikari Ambara Sjakti, seorang Konsultan Hematologi-Onkologi di RSCM yang dipindahkan ke RSAB Harapan Kita. Proses mutasi ini dinilai janggal karena tidak didahului dengan Surat Keputusan (SK) resmi. Para dokter baru mengetahui mutasi tersebut dari isu yang beredar, dan diminta untuk segera bertugas di tempat baru dalam waktu singkat. Hal ini dianggap melanggar peraturan perundang-undangan tentang mutasi ASN.
Lebih lanjut, Piprim menyoroti dampak mutasi terhadap pelayanan kesehatan. Dalam kasus Hikari Ambara Sjakti, pemblokiran akun dokter tersebut setelah mutasi menyebabkan terganggunya pelayanan hematologi onkologi di RSCM. Padahal, Hikari baru saja menyelesaikan pendidikan transplantasi sumsum tulang, dan fasilitas tersebut belum dapat dioperasikan tanpa kehadirannya.
Mutasi Dokter Spesialis Tumbuh Kembang di Jawa Tengah
Kasus lain yang disoroti adalah mutasi Ketua IDAI Jawa Tengah, Fitri Hartanto, yang juga merupakan satu-satunya dokter subspesialis tumbuh kembang pediatri sosial di RS Kariadi Semarang. Fitri dipindahkan ke Rumah Sakit Dr. Sardjito, yang sudah memiliki tiga konsultan tumbuh kembang. Hal ini dianggap tidak logis jika tujuannya adalah pemerataan layanan kesehatan, mengingat tingginya angka stunting dan gangguan perkembangan anak di Jawa Tengah.
Kemenkes Klaim Mutasi sebagai Hal Biasa
Sebelumnya, Kemenkes menjelaskan bahwa mutasi yang dilakukan terhadap dr. Piprim adalah hal yang biasa dalam organisasi. Selain dr. Piprim, ada 12 dokter lainnya dari berbagai spesialisasi yang turut dimutasi untuk pengembangan RS Kemenkes. Pemindahan Piprim, misalnya, dilakukan untuk memenuhi kebutuhan mendesak di Rumah Sakit Fatmawati (RSF), yang saat ini hanya memiliki satu subspesialis kardiologi anak. Kemenkes berpendapat bahwa kehadiran Piprim diperlukan untuk memperkuat dan mengembangkan layanan kardiologi anak di RSF.
IDAI berharap DPR dapat menindaklanjuti keluhan ini dan memastikan bahwa proses mutasi ASN di lingkungan Kemenkes dilakukan secara transparan, akuntabel, dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.