Polemik Mutasi Ketua IDAI, Kemenkes Tegaskan Prosedur Telah Dijalankan

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) angkat bicara terkait mutasi Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr. Piprim B. Yanuarso, dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) ke Rumah Sakit Fatmawati (RSF). Staf Khusus Menteri Bidang Dukungan Strategis Organisasi Kemenkes, Rendi Witular, menyatakan keyakinannya bahwa proses mutasi telah sesuai dengan prosedur yang berlaku.

Rendi Witular menepis anggapan bahwa mutasi ini bersifat mendadak. Ia meyakini bahwa sebelum keputusan diambil, telah terjadi diskusi dan pertimbangan matang di internal RSCM. "Mungkin sounding-sounding (dari RSCM) sudah ada apakah ini sesuai prosedur atau tidak, kami yakin di Kementerian Kesehatan ini sesuai prosedur," ujarnya, menanggapi pertanyaan mengenai keabsahan prosedur mutasi tersebut.

Menanggapi rencana gugatan dari dr. Piprim ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Rendi mempersilakan yang bersangkutan untuk menempuh jalur hukum jika merasa dirugikan. "Kalau masih belum puas, silakan saja ke PTUN, enggak masalah," tegasnya.

Namun, Rendi menyayangkan sikap dr. Piprim yang dinilai membawa organisasi IDAI dalam menyuarakan ketidakpuasan atas mutasi yang diterimanya. Ia mempertanyakan dasar tuduhan bahwa Kemenkes telah bertindak zalim. "Yang saya sayangkan adalah kenapa dia menggunakan kendaraan organisasi untuk menekan kami yang dianggap kami dzalim. Saya tanya, dzalimnya di mana?"

Kemenkes juga membantah tudingan bahwa pemindahan dr. Piprim ke RS Fatmawati merupakan bentuk "pembuangan". Menurut Rendi, RS Fatmawati adalah rumah sakit yang bagus dan pemindahan ini justru bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan.

"Orang dipindahkan dari RSCM ke RS Fatmawati kok, RS Fatmawati tempat buangan? Ya enggak lah, itu rumah sakit bagus," imbuhnya.

Sebelumnya, dr. Piprim menyampaikan bahwa mutasi dirinya dari RSCM ke RS Fatmawati merupakan tindakan diskriminatif dan tidak adil. Ia berpendapat bahwa mutasi tersebut melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, yang mengatur bahwa mutasi harus menjunjung tinggi sistem merit, yaitu berdasarkan kualifikasi, kompetensi, kinerja, dan prinsip keadilan tanpa diskriminasi.

"Saya dalam catatan prestasi kinerja 2 tahun berturut-turut termasuk yang berprestasi sangat baik, tetapi kemudian dimutasi mendadak tanpa dasar yang sah. Jadi saya kira ini prosesnya tidak adil dan diskriminatif," ungkap dr. Piprim.

Ia juga menilai bahwa mutasi ini tidak sesuai dengan Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (SE Menpan RB) Nomor 21 Tahun 2022 tentang mutasi ASN. Menurutnya, SE tersebut mengatur bahwa proses mutasi harus disertai alasan tertulis yang resmi, prosedur administratif, pemberitahuan, klarifikasi jabatan, serta penilaian kebutuhan organisasi.

Dr. Piprim mengaku tidak mendapatkan pemberitahuan yang jelas dan tidak ada dialog sebelumnya terkait mutasinya.