Saksi Ungkap Perintah Kontroversial Sekjen PDIP Terkait Penggantian Antar Waktu DPR

Mantan anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Riezky Aprilia, menyampaikan pengakuan mengejutkan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Ia mengungkapkan bahwa Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P, Hasto Kristiyanto, pernah meminta dirinya untuk mengundurkan diri dari kursi anggota DPR. Permintaan ini diduga berkaitan erat dengan upaya memasukkan nama Harun Masiku sebagai penggantinya melalui mekanisme Pergantian Antar Waktu (PAW).

Dalam kesaksiannya, Riezky menjelaskan bahwa permintaan pengunduran diri itu disampaikan setelah meninggalnya Nazarudin Kiemas, yang menyebabkan kursi DPR dari Daerah Pemilihan (Dapil) I Sumatera Selatan kosong. Riezky, yang dihadirkan sebagai saksi dalam kasus dugaan suap pengurusan PAW DPR yang menyeret nama Hasto, menyatakan bahwa ia dijanjikan undangan tertentu jika bersedia mengalah. Ia mempertanyakan alasan di balik permintaan tersebut, mengingat posisinya sebagai kader partai yang turut berjuang untuk PDI-P.

Emosi Riezky memuncak ketika Hasto menanggapi ceritanya dengan menekankan jabatannya sebagai Sekjen partai. Merespons hal tersebut, Riezky dengan tegas menyatakan bahwa meskipun Hasto adalah Sekjen partai, ia bukanlah Tuhan. Pernyataan ini mencerminkan kekecewaan dan penolakan Riezky atas permintaan yang dianggapnya tidak adil.

Riezky Aprilia, lahir di Palembang pada 9 April 1982, merupakan anggota DPR periode 2019-2024 yang bertugas di Komisi IV. Ia meraih suara terbanyak kedua di Dapil I Sumatera Selatan, yang meliputi wilayah Musi Rawas, Musi Banyuasin, Banyuasin, Palembang, Lubuklinggau, dan Musi Rawas Utara. Latar belakang pendidikannya mencakup gelar S1 dari Sekolah Tinggi Hukum Bandung dan S2 dari Universitas Padjadjaran.

Berikut adalah riwayat organisasi Riezky Aprilia:

  • Anggota Satuan Pelajar dan Mahasiswa Pemuda Pancasila Jawa Barat (2007-2010)
  • Wakil Ketua DPD KNPI Jawa Barat (2007-2010)
  • Wakil Ketua BMI Sumatera Selatan (2017-2022)

Dalam kasus ini, Hasto didakwa dengan dua tuduhan utama. Dakwaan pertama adalah melakukan perintangan penyidikan (obstruction of justice), yang melanggar Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP. Dakwaan kedua adalah melakukan suap, yang melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP. Kedua dakwaan ini berkaitan dengan upaya memuluskan jalan Harun Masiku menjadi anggota DPR melalui mekanisme PAW pada periode 2019-2024.