Dedi Mulyadi: Dari Popularitas Digital ke Tata Kelola Pemerintahan yang Berkelanjutan

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, saat ini menjadi figur yang sangat populer di mata publik, terutama berkat kehadirannya yang kuat di media sosial. Dengan jutaan pengikut di platform seperti Instagram dan TikTok, konten-konten yang diproduksinya setiap hari berhasil menjangkau ratusan ribu hingga jutaan penonton. Popularitas digital ini, tentu saja, bukan datang secara tiba-tiba. Dedi Mulyadi telah lama berkecimpung dalam dunia politik, mulai dari menjabat sebagai Bupati Purwakarta, Anggota DPR RI, hingga kini sebagai Gubernur Jawa Barat. Keberhasilannya memanfaatkan media sosial sebagai sarana komunikasi publik menunjukkan pemahamannya tentang perubahan zaman, di mana kampanye dan komunikasi politik kini lebih menekankan pada visualisasi, emosi, dan koneksi langsung dengan masyarakat.

Namun, popularitas saja tidak cukup untuk membangun tata kelola pemerintahan yang inklusif dan melayani. Dedi Mulyadi perlu membangun sistem yang kuat, memperkuat kelembagaan, sumber daya manusia birokrasi daerah, dan jajaran pemerintah daerah kabupaten/kota sebagai bagian dari tim yang solid. Data menunjukkan bahwa Jawa Barat masih menghadapi tantangan serius, seperti tingginya angka korupsi dan kemiskinan. Hal ini mengindikasikan adanya sistem yang perlu diperbaiki. Oleh karena itu, Dedi Mulyadi perlu memantapkan kepemimpinannya dengan menerapkan prinsip-prinsip teknokratisme, yaitu memastikan bahwa kebijakan-kebijakannya didasarkan pada perhitungan yang matang, bukti yang kuat, dan sinergi dengan para ahli. Dengan menggabungkan popularitas dengan teknokrasi, Dedi Mulyadi dapat menciptakan model kepemimpinan daerah yang relevan dengan tantangan zaman, di mana personalitas yang menarik hati publik dilengkapi dengan sistem yang mencuri kepercayaan.