Harga Singkong Naik, Pabrik Tapioka di Lampung Justru Berhenti Beroperasi, Petani Terancam Merugi
Kenaikan harga singkong yang ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi Lampung, alih-alih membawa angin segar bagi petani, justru berujung pada penutupan sejumlah pabrik pengolahan tapioka. Kondisi ini membuat para petani dihadapkan pada masalah serius terkait pemasaran hasil panen mereka.
Para petani singkong di Lampung kini berada dalam situasi yang sulit. Meskipun pemerintah daerah telah menaikkan harga singkong menjadi Rp 1.350 per kilogram, puluhan pabrik tapioka justru menghentikan operasionalnya. Akibatnya, hasil panen singkong mereka tidak dapat diserap pasar, dan petani terancam mengalami kerugian besar.
"Ladang saya akan segera panen, tetapi pabrik justru tutup. Ini bisa menjadi masalah besar," ungkap Siswandi, seorang petani singkong berusia 45 tahun, pada hari Rabu (7/5/2025). Ia mengaku kebingungan mengenai apa yang harus dilakukan dengan singkong yang telah dipanen. Jika tidak segera diproses, singkong tersebut akan membusuk dan menambah kerugian.
"Jika dibuat gaplek, jumlahnya terlalu banyak. Jika dibuat makanan 'klanting', sulit untuk menjualnya. Jika dibiarkan di ladang, kerugian akan semakin besar. Saya berharap segera ada solusi," tambahnya.
Keluhan serupa juga disampaikan oleh Tubagus, seorang petani lainnya. Ia menekankan bahwa pemerintah harus segera mengambil tindakan dan mencari solusi jangka panjang agar petani tidak selalu bergantung pada industri swasta.
"Tujuannya adalah agar kita tidak bergantung pada perusahaan-perusahaan yang dikuasai oleh swasta," kata Tubagus. Ia menyarankan agar pemerintah membangun pabrik sendiri atau mendirikan badan usaha milik daerah (BUMD) yang dapat menampung hasil panen masyarakat.
Pasca kenaikan harga singkong, sejumlah pabrik pengolahan tapioka dilaporkan menghentikan operasionalnya. Beberapa pabrik yang tercatat tutup antara lain:
- Sinar Laut (4 pabrik)
- Intan Group (4 pabrik)
- Gunung Mas (3 pabrik)
- Berjaya Tapioka (2 pabrik)
- AS Group (2 pabrik)
- Muara Jaya, JAT, Dharma Jaya, dan GS (masing-masing 1 pabrik)
- Umas Jaya dan Way Raman (masing-masing 1 pabrik)
- BSL, Sumber Bahagia, Mitra Pati Mas, Bintang Lima Menggala, dan Berkah Manatahan (masing-masing 1 pabrik)
Kondisi ini semakin membebani petani yang kini tidak tahu ke mana harus menjual hasil panen mereka. Pemerintah didesak untuk segera bertindak sebelum kerugian yang dialami petani semakin meluas. Upaya intervensi pemerintah sangat dibutuhkan untuk menstabilkan harga dan memastikan keberlangsungan mata pencaharian para petani singkong di Lampung.