Advokat Soroti Dugaan Penggunaan Jasa Preman oleh Pemerintah dan Aksi Premanisme yang Merongrong Demokrasi
Pengacara: Pemerintah Dituding Manfaatkan Premanisme untuk Bungkam Kritik
Seorang advokat dari Tim Advokat Penegak Hukum Anti Premanisme (Tumpas), Appe Hutauruk, melontarkan kritik pedas terhadap pemerintah. Dalam rapat bersama Komisi III DPR RI, ia menyatakan bahwa pemerintah diduga kerap kali menggunakan jasa premanisme untuk membungkam kelompok-kelompok yang mengkritik kebijakan yang ada.
"Kita harus jujur, bahkan lebih dari itu, pemerintah pun suka menggunakan jasa-jasa premanisme ketika ada kelompok-kelompok yang mengkritik kebijakan-kebijakan pemerintah," tegas Appe di hadapan para anggota dewan.
Pernyataan ini didasarkan pada hasil pemantauan yang dilakukan oleh Tumpas. Lebih lanjut, Appe juga mengungkapkan bahwa praktik penggunaan jasa premanisme tidak hanya dilakukan oleh pemerintah, tetapi juga oleh pengusaha atau kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan mereka.
Aksi Premanisme Ancam Kebebasan Berpendapat dan Beribadah
Appe menyoroti dampak negatif premanisme terhadap hak-hak dasar warga negara. Ia menjelaskan bahwa banyak aksi premanisme yang secara nyata menghalangi kebebasan warga untuk menyampaikan pendapat, termasuk dalam bentuk demonstrasi.
"Banyak juga aksi-aksi premanisme yang mengamputasi hak-hak asasi warga negara untuk menyampaikan pendapat dalam bentuk aksi demo," ujarnya.
Selain itu, Appe juga menyinggung tindakan kelompok-kelompok tertentu yang menghalangi orang lain untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinan masing-masing. Menurutnya, tindakan semacam ini juga termasuk dalam kategori premanisme dan harus ditindak tegas.
Bentuk Premanisme yang Semakin Kompleks
Berdasarkan observasi Tumpas, premanisme kini hadir dalam berbagai bentuk dan rupa. Appe menjelaskan bahwa premanisme telah bermetamorfosis menjadi berbagai karakteristik yang berbeda, mulai dari "preman berdasi," "preman berseragam," hingga preman yang terorganisir secara rapi.
Ia juga menyebutkan adanya premanisme yang tidak memiliki struktur organisasi formal, namun terkoordinasi dalam suatu kelompok dengan seorang pemimpin sebagai pengendali aksi. Bahkan, ia bertanya-tanya apakah ada juga "preman berdasi" atau "preman berseragam" di lingkungan DPR.
"Tidak tahu apakah di DPR ini ada juga preman berdasi, preman berseragam. Saya juga tidak tahu apakah ada preman berseragam di sini, atau preman berjubah," kata Appe.
Appe juga menyinggung keberadaan preman yang terkoordinasi dalam organisasi resmi seperti ormas atau LSM. Keberadaan mereka menurut Appe sangat meresahkan masyarakat.
Premanisme: Momok yang Menakutkan di Masyarakat
Terlepas dari bentuknya, Appe menekankan bahwa aksi premanisme telah menjadi momok yang menakutkan bagi masyarakat. Aksi-aksi mereka seringkali menimbulkan kegaduhan dan situasi yang tidak kondusif. Tak jarang, kelompok preman mengklaim memiliki kedudukan yang dominan karena merasa memiliki backing atau dukungan dari pihak-pihak tertentu.
"Kita tidak tahu, karena ada juga premanisme yang berada di lingkaran kekuasaan dan sering juga menjual nama-nama penguasa," ungkapnya.
Desakan Tindak Tegas dan Pembubaran Ormas Preman
Di hadapan Komisi III DPR RI, Appe mendesak agar DPR dapat menekan pemerintah untuk menindak tegas seluruh aksi premanisme tanpa pandang bulu. Ia juga meminta agar pemerintah membubarkan ormas-ormas atau LSM yang terlibat dalam aktivitas premanisme, serta memecat aparatur negara atau pejabat publik yang terafiliasi dengan kelompok preman.
"Banyak sekali memang aparatur-aparatur negara, ya baik di tingkat penegakan hukum, itu yang menjadi backing atau memback-up ormas-ormas tertentu," jelas Appe.
Menurutnya, ormas-ormas semacam ini dapat menjadi "peluru kendali" yang sewaktu-waktu dapat digunakan untuk memberangus pihak-pihak tertentu yang dianggap mengganggu kepentingan mereka.
Advokat Appe juga menekankan pentingnya upaya serius dari pemerintah dan aparat penegak hukum untuk memberantas premanisme secara menyeluruh, demi menciptakan rasa aman dan keadilan bagi seluruh warga negara.