Kasus Dugaan Penggelapan Asal-Usul Eks Pemain Sirkus Kembali Mencuat, OCI Kantongi Bukti Penyerahan Anak Atas Dasar Ekonomi

Polemik seputar dugaan penggelapan asal-usul mantan pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) kembali menghangat. Pihak OCI mengklaim telah mengantongi bukti kuat yang menunjukkan bahwa orang tua dari para mantan pemain tersebut secara sukarela menyerahkan anak-anak mereka kepada pihak sirkus, dengan alasan utama keterbatasan ekonomi.

Kasus ini bermula dari laporan yang diajukan oleh Vivi Nurhidayah pada tahun 1997, yang teregister dengan nomor LP/60/V/1997/Satgas tertanggal 6 Juni 1997. Laporan tersebut menyinggung tentang dugaan pelanggaran Pasal 277 KUHP terkait tindak pidana penggelapan asal-usul orang. Vivi, yang sejak kecil dididik dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga Frans Manansang, kemudian menjadi seorang pemain sirkus. Namun, pada tahun 1996, Vivi menghilang.

Menurut kuasa hukum OCI, Hamdan Zoelva, keluarga Manansang saat itu berupaya mencari keberadaan Vivi. Vivi akhirnya ditemukan di Semarang bersama seorang pria bernama Roby, yang kemudian diketahui sebagai pacarnya. Vivi menolak untuk kembali ke keluarga Manansang dan mengaku telah menikah dengan Roby.

"Kasus ini kemudian mencuat ke publik melalui cerita Vivi kepada Bapak Muladi, anggota Komnas HAM pada saat itu. Dari situlah saya mulai terlibat dalam penanganan kasus ini, yang mencakup berbagai tuntutan seperti dugaan penggelapan asal-usul, penyiksaan, dan penelantaran pendidikan," ujar Zoelva kepada wartawan di Jakarta Selatan, Rabu (7/5/2025).

Zoelva menambahkan bahwa pihaknya bersama Komnas HAM telah melakukan verifikasi dan menemukan bukti bahwa sebagian besar mantan pemain OCI diserahkan oleh orang tua mereka kepada pihak sirkus untuk dididik. Surat keterangan dari para orang tua menunjukkan bahwa mereka menyerahkan anak-anak mereka karena ketidakmampuan ekonomi untuk membesarkan mereka.

"Dalam surat keterangan tersebut, para orang tua menyatakan permintaan agar anak-anak mereka dipelihara, dididik, dan dibesarkan oleh OCI karena mereka tidak mampu. Ini adalah temuan dari hasil penyelidikan Komnas HAM, yang menunjukkan bahwa motif ekonomi menjadi faktor utama," jelas Zoelva.

Lebih lanjut, Zoelva mengakui bahwa ada beberapa anak yang asal-usul orang tuanya tidak dapat ditemukan. Komnas HAM kemudian memberikan rekomendasi terkait hal ini. "Kami telah berupaya mencari keberadaan orang tua dari beberapa anak, namun tidak berhasil. Terkait rekomendasi di bidang pendidikan, OCI sejak awal telah memberikan pendidikan yang standar, seperti bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan matematika, serta pendidikan keterampilan. Setelah adanya rekomendasi dari Komnas HAM, beberapa anak kemudian disekolahkan secara formal," pungkasnya.