Gugatan Formil UU TNI 2025 Dilayangkan ke MK: Koalisi Masyarakat Sipil Sodorkan 98 Bukti
Gelombang kekhawatiran terhadap Undang-Undang TNI Nomor 3 Tahun 2025 terus bergulir. Terbaru, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan secara resmi mengajukan gugatan uji formil ke Mahkamah Konstitusi (MK). Langkah ini merupakan respons atas pengesahan UU TNI yang dinilai bermasalah dan berpotensi mengancam reformasi sektor keamanan yang telah berjalan selama ini.
Bertempat di Gedung MK, Jakarta, perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil menyerahkan berkas permohonan yang dilengkapi dengan 98 bukti awal. Bukti-bukti ini diajukan untuk memperkuat argumentasi bahwa proses pembentukan UU TNI tersebut cacat secara formil dan tidak memenuhi prosedur yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. Arif Maulana, Wakil Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), yang turut hadir dalam kesempatan tersebut, menegaskan bahwa gugatan ini diajukan dengan harapan MK dapat membatalkan UU TNI dan mengembalikan berlakunya UU TNI sebelumnya.
Koalisi Masyarakat Sipil mengajukan dua permohonan utama kepada MK. Pertama, mereka meminta agar MK mengeluarkan putusan sela yang menunda pemberlakuan UU TNI selama proses pengujian formil berlangsung. Hal ini bertujuan untuk mencegah implementasi UU yang berpotensi menimbulkan dampak negatif sebelum MK memberikan putusan akhir. Kedua, mereka mendesak pemerintah untuk tidak menerbitkan peraturan pelaksanaan baru yang berkaitan dengan UU TNI, baik dalam bentuk peraturan pemerintah maupun peraturan presiden, hingga MK mengeluarkan putusan.
Adapun beberapa poin penting yang menjadi sorotan Koalisi Masyarakat Sipil dalam gugatan ini antara lain:
- Proses Pembentukan yang Tidak Transparan: Koalisi menilai bahwa proses penyusunan dan pengesahan UU TNI tidak melibatkan partisipasi publik yang memadai. Masyarakat sipil dan pihak-pihak terkait lainnya tidak diberikan kesempatan yang cukup untuk memberikan masukan dan pandangan terhadap RUU TNI.
- Potensi Tumpang Tindih Kewenangan: UU TNI dinilai berpotensi menimbulkan tumpang tindih kewenangan antara TNI dan lembaga sipil lainnya, khususnya dalam bidang keamanan dan ketertiban masyarakat. Hal ini dikhawatirkan dapat mengganggu supremasi sipil dan prinsip-prinsip demokrasi.
- Ancaman terhadap Hak Asasi Manusia: Koalisi Masyarakat Sipil juga menyoroti potensi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dapat terjadi akibat implementasi UU TNI. Mereka khawatir bahwa UU ini memberikan kewenangan yang terlalu luas kepada TNI tanpa mekanisme pengawasan yang memadai, sehingga berpotensi disalahgunakan.
Koalisi Masyarakat Sipil berharap MK dapat mengabulkan permohonan mereka dan membatalkan UU TNI. Mereka meyakini bahwa pembatalan UU ini akan menjadi langkah penting untuk menjaga reformasi sektor keamanan dan melindungi hak-hak warga negara. Gugatan ini diajukan atas nama tiga pemohon individual, yaitu aktivis HAM Fathia Maulidiyanti, mahasiswa Jentera Eva Nurcahyani, dan aktivis Inayah Wahid, serta tiga organisasi masyarakat sipil, yaitu YLBHI, Kontras, dan Imparsial.