Tekanan Harga Minyak Ancam Investasi Negara Teluk di AS
Tekanan Harga Minyak Ancam Investasi Negara Teluk di AS
Komitmen investasi besar-besaran dari negara-negara Teluk ke Amerika Serikat, yang kembali mengemuka menjelang kunjungan Presiden Donald Trump ke wilayah tersebut, menghadapi keraguan dari para analis. Di balik janji investasi yang fantastis—ratusan miliar dolar dari Arab Saudi dan lebih dari USD1,4 triliun dari Uni Emirat Arab (UEA)—muncul kekhawatiran tentang realisasinya, terutama di tengah penurunan harga minyak dan tekanan fiskal di dalam negeri.
Meskipun negara-negara penghasil minyak di Timur Tengah telah berupaya melakukan diversifikasi ekonomi, minyak tetap menjadi sumber utama pendapatan nasional. Jatuhnya harga minyak mentah Brent dari USD74 menjadi sekitar USD65 per barel sejak awal April, disebabkan oleh kebijakan tarif yang berubah-ubah dari pemerintahan Trump serta kekhawatiran akan resesi global. Keputusan OPEC+ untuk meningkatkan produksi semakin menekan harga.
Tantangan Fiskal dan Komitmen Regional
Selain komitmen investasi di AS, negara-negara Teluk juga menghadapi kewajiban regional. Arab Saudi harus mendanai proyek ambisius Vision 2030, serta berkontribusi dalam rekonstruksi Lebanon, membantu Mesir menghadapi krisis, dan berpotensi membiayai pembangunan kembali Gaza jika konflik mereda. Tekanan fiskal mulai terasa, dengan kekhawatiran bahwa Arab Saudi akan menghadapi kesulitan dalam memenuhi belanja domestik dan komitmen luar negeri.
Menurut Dana Moneter Internasional (IMF), Arab Saudi memerlukan harga minyak sekitar USD91 per barel untuk menyeimbangkan anggaran 2025. Sebaliknya, UEA dan Qatar hanya memerlukan sekitar USD43–$45.
Realisasi Investasi Dipertanyakan
Para analis mempertanyakan apakah janji-janji investasi ini dapat direalisasikan, mengingat penurunan harga minyak dan kebutuhan fiskal domestik yang meningkat. Sebagian besar janji investasi sebelumnya tidak pernah benar-benar terwujud. Komitmen seperti investasi USD140 miliar per tahun dari UEA ke AS, dinilai tidak realistis secara ekonomi dan lebih berfungsi sebagai sinyal politik untuk menunjukkan kedekatan dengan pemerintahan Trump.
Ekonom senior di Arab Gulf States Institute, Tim Callen, berpendapat bahwa tanpa surplus transaksi berjalan, tidak ada dana baru untuk diinvestasikan kecuali melalui utang. Jika Arab Saudi ingin menggelontorkan dana ke proyek-proyek baru di AS, pilihannya hanya dua: meminjam dari pasar modal internasional, atau mengalihkan dana dari investasi yang sudah ada. Callen menambahkan, jika Arab Saudi benar-benar menggelontorkan USD600 miliar ke AS dalam empat tahun, berarti sekitar USD150 miliar per tahun atau 12 persen dari PDB negara. "Itu angka yang secara realistis terlalu besar," tegasnya.
Menurunnya harga minyak memaksa pemerintah Saudi menjual aset domestik untuk menutup defisit fiskal dan transaksi berjalan yang melebar. Beberapa pihak memprediksi diversifikasi ekonomi Teluk akan dipercepat.
Daftar Kata Kunci Penting:
- Harga Minyak
- Investasi
- Negara Teluk
- Amerika Serikat
- Donald Trump
- Arab Saudi
- Uni Emirat Arab (UEA)
- Dana Moneter Internasional (IMF)
- Vision 2030
- Diversifikasi Ekonomi