Politik Algoritma: Ancaman Tersembunyi Pemilu yang Memoles Citra Buruk

Politik Algoritma: Ancaman Tersembunyi Pemilu yang Memoles Citra Buruk

Dunia politik modern kini menghadapi tantangan baru yang kompleks: politik algoritma. Fenomena ini, yang memanfaatkan kekuatan algoritma media sosial dan kecerdasan buatan (AI), berpotensi memanipulasi opini publik dan mengaburkan rekam jejak buruk para politisi.

Prof. Merlyna Lim, seorang pengamat politik dan dosen tamu di Universitas Diponegoro, menyoroti efektivitas politik algoritma dalam mengendalikan opini publik selama Pemilu 2024 di Indonesia dan Pemilu 2022 di Filipina. Dalam diskusi dan peluncuran buku terbarunya, "Social Media and Politics in Southeast Asia," di FISIP Undip, ia menekankan perlunya regulasi untuk mendorong transparansi dari platform media sosial, melindungi pengguna internet dari manipulasi.

Manipulasi Citra Digital: Strategi "Sundel Bolong"

Merlyna menjelaskan bahwa disinformasi di media digital telah berevolusi. Alih-alih konten negatif yang terang-terangan, kini muncul disinformasi positif yang menampilkan citra digital yang sempurna, menyembunyikan masa lalu kelam para aktor politik. Ia menyebut strategi ini sebagai politik "Sundel Bolong," sebuah istilah yang menggambarkan upaya menutupi keburukan dengan penampilan luar yang menawan.

Politik "Sundel Bolong" ini memanfaatkan:

  • Media sosial
  • Algoritma
  • AI
  • Deepfake

Secara profesional dan didukung oleh sumber daya finansial yang besar untuk memanipulasi persepsi publik dan memainkan emosi masyarakat. Tujuannya adalah untuk "mencuci" citra para tokoh politik dan kandidat yang memiliki rekam jejak yang meragukan, menciptakan narasi baru yang lebih positif.

Regulasi dan Literasi Kritis: Kunci Melawan Manipulasi

Merlyna menekankan perlunya kebijakan publik yang mewajibkan platform digital untuk memberikan transparansi algoritma. Selain itu, politisi harus membatasi pengeluaran iklan dan secara jelas menandai konten promosi. Transparansi algoritma sangat penting, tetapi pemilik platform global sering kali memiliki kekuasaan yang terlalu besar, menghalangi audit transparansi.

Selain regulasi, Merlyna juga menekankan pentingnya membangun nalar kritis di masyarakat. Upaya ini dapat dimulai dari pendidikan formal maupun informal.

Untuk melawan dominasi algoritma, Merlyna menekankan pentingnya mengembangkan pemikiran kritis di masyarakat. Hal ini dapat diintegrasikan ke dalam sistem pendidikan formal dan informal. Dengan demikian, masyarakat tidak mudah "terbajak" oleh viralitas algoritma.