Seluruh Klub Liga 1 Kantongi Lisensi Profesional, Tantangan Finansial Mengintai
Musim kompetisi sepak bola Indonesia tahun ini mencatatkan sebuah pencapaian signifikan, dimana seluruh 18 klub peserta Liga 1 berhasil memperoleh lisensi klub profesional untuk musim 2024-2025. Hal ini dipandang sebagai langkah maju dalam pengelolaan sepak bola yang lebih profesional di tanah air. PT Liga Indonesia Baru (LIB) selaku operator kompetisi, menyatakan bahwa peningkatan kualitas manajemen dan infrastruktur klub menjadi faktor penentu dalam keberhasilan ini.
Dari 18 klub tersebut, enam klub berhasil meraih lisensi penuh (granted), yaitu PSS Sleman, Borneo FC Samarinda, Persib Bandung, Persita Tangerang, Persik Kediri, dan Dewa United FC. Sementara itu, 12 klub lainnya memperoleh lisensi dengan catatan (granted with sanction), yang sebagian besar berkaitan dengan kelengkapan dokumen administratif dan lisensi kepelatihan.
Meski demikian, pengamat sepak bola nasional, Akmal Marhali, memberikan catatan kritis terhadap pencapaian ini. Menurutnya, keberhasilan mendapatkan lisensi lebih bersifat kuantitatif daripada kualitatif. Ia menyoroti bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, terutama terkait masalah finansial klub.
"Faktanya, untuk aspek finansial misalnya, hampir separuh klub Liga 1 musim ini menunggak gaji. Bahkan, Persik yang lolos regulasi AFC Champions League Two pada 2 April 2025 disanksi FIFA akibat penunggakan gaji pemain asing," ungkapnya.
Data dari Save Our Soccer menunjukkan bahwa total tunggakan gaji klub-klub Liga 1, Liga 2, dan Liga 3 mencapai angka yang cukup fantastis, yaitu Rp 8,16 miliar. Kondisi ini berdampak langsung pada performa tim dan kesejahteraan pemain. Contohnya, PSIS Semarang harus kehilangan beberapa pemainnya akibat gaji yang tidak dibayar selama berbulan-bulan. Di Persija Jakarta, keluhan serupa mulai bermunculan di media sosial para pemain.
Akmal Marhali juga menyoroti bahwa proses lisensi yang ada saat ini masih sebatas verifikasi administrasi, belum menyentuh aspek faktual di lapangan. Padahal, aspek finansial merupakan salah satu dari lima kriteria utama dalam lisensi klub profesional yang ditetapkan oleh AFC (Konfederasi Sepak Bola Asia).
Berikut adalah rincian pemenuhan kriteria lisensi:
- Sporting: 80%
- Infrastruktur: 100%
- Personalia dan Administrasi: 100%
- Legal: 100%
- Finansial: 63%
Lebih lanjut, Akmal Marhali juga menekankan pentingnya evaluasi terhadap pembinaan usia muda di klub-klub Liga 1. Ia mendapatkan informasi bahwa banyak klub yang tidak mengelola akademi sepak bola sendiri, melainkan menyerahkannya kepada pihak ketiga melalui sistem franchise. Akibatnya, program Elite Pro Academy (EPA) lebih bersifat komersial dan dikelola layaknya event organizer.
Untuk mempercepat industrialisasi sepak bola nasional, Akmal Marhali mendesak LIB untuk bertindak lebih tegas terhadap klub-klub yang bermasalah. Ia mengusulkan agar Pengadilan Niaga dilibatkan dalam menyelesaikan masalah keuangan klub yang kronis, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (KPKPU).
"Harus ada sanksi berat buat klub yang menunggak gaji. Kalau perlu, libatkan auditor independen untuk mengecek keuangan klub agar bisa dilihat sehat atau tidak. Bila tidak sehat, lebih baik dipailitkan," tegasnya.