Kejagung Jerat Koordinator Buzzer dalam Pusaran Kasus Korupsi: Upaya Penghilangan Barang Bukti Terungkap
Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mengembangkan penyidikan terkait dugaan perintangan hukum dalam sejumlah kasus korupsi besar. Teranyar, penyidik menjerat M. Adhiya Muzakki (MAM), yang diduga kuat sebagai koordinator tim buzzer, sebagai tersangka.
Penetapan tersangka terhadap MAM ini merupakan hasil pengembangan dari penyidikan kasus dugaan suap penanganan perkara ekspor crude palm oil (CPO) yang melibatkan tiga korporasi besar, yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group. Selain itu, MAM juga diduga terlibat dalam upaya menghalangi penyidikan kasus dugaan korupsi PT Timah dan kasus dugaan impor gula.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, mengungkapkan bahwa MAM diduga telah melakukan perusakan dan penghilangan barang bukti berupa handphone yang berisi percakapan dengan tersangka lain, yakni MS (Marcella Santoso) dan JS (Junaedi Saibih). Percakapan tersebut diduga terkait dengan konten-konten negatif yang disebarkan melalui platform media sosial seperti TikTok, Instagram, dan Twitter.
Dalam menjalankan aksinya, MAM berperan sebagai ketua Tim Cyber Army dengan imbalan yang fantastis, mencapai Rp 864.500.000. Ia bertugas mengkoordinasi sekitar 150 buzzer untuk menyebarkan disinformasi dan konten-konten negatif yang bertujuan untuk mendiskreditkan penyidik dan penuntut umum Kejaksaan Agung. Para buzzer ini diinstruksikan untuk memberikan komentar dan mendukung narasi negatif yang dirancang oleh Direktur Pemberitaan JAK TV nonaktif, Tian Bahtiar (TB), sesuai dengan pesanan dari advokat Marcella Santoso dan Junaedi Saibih.
Para tersangka diduga berupaya secara sistematis untuk merintangi dan menggagalkan penanganan perkara korupsi yang sedang berjalan, baik yang masih dalam tahap penyelidikan maupun yang sudah memasuki proses persidangan. Tindakan ini merupakan pelanggaran serius terhadap hukum dan merusak integritas penegakan hukum di Indonesia.
Saat ini, MAM telah ditahan di rumah tahanan (rutan) Salemba cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut. Ia dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Sebelumnya, penyidik telah menetapkan dan menahan tiga tersangka lain dalam kasus ini, yaitu Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan Tian Bahtiar. Penetapan tersangka terhadap MAM semakin memperjelas keterkaitan antara berbagai pihak dalam upaya sistematis untuk menghalangi penegakan hukum kasus korupsi.
Kasus ini bermula dari pengembangan penyidikan dugaan suap penanganan perkara di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat terkait kasus vonis lepas ekspor CPO terhadap tiga perusahaan, yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group. Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan delapan orang tersangka, termasuk hakim dan panitera pengadilan.
Kejaksaan menduga bahwa Muhammad Arif Nuryanta, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, menerima suap sebesar Rp 60 miliar. Sementara itu, tiga hakim, Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom, sebagai majelis hakim, diduga menerima uang suap sebesar Rp 22,5 miliar. Suap tersebut diberikan dengan tujuan agar majelis hakim yang menangani kasus ekspor CPO memberikan vonis lepas atau ontslag van alle recht vervolging.
Vonis lepas merupakan putusan hakim yang menyatakan bahwa terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan, tetapi perbuatan tersebut tidak termasuk dalam kategori tindak pidana. Dengan kata lain, meskipun terdakwa terbukti melakukan perbuatan tersebut, ia tidak dapat dihukum karena perbuatannya tidak dianggap sebagai pelanggaran hukum.