Dalang Buzzer Terjerat Hukum: Diduga Terima Ratusan Juta Rupiah untuk Sabotase Kasus Kejaksaan Agung

Kasus dugaan sabotase terhadap penanganan perkara korupsi di Kejaksaan Agung (Kejagung) memasuki babak baru. M. Adhiya Muzakki (MAM), yang diduga sebagai pemimpin kelompok buzzer, ditetapkan sebagai tersangka atas keterlibatannya dalam upaya sistematis untuk menggagalkan proses hukum. Penetapan tersangka ini merupakan pengembangan dari kasus suap terkait penanganan perkara ekspor crude palm oil (CPO) yang melibatkan sejumlah korporasi besar.

Menurut keterangan resmi dari Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, Muzakki diduga menerima aliran dana sebesar Rp 864.500.000 dari seorang advokat bernama Marcella Santoso (MS), yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka. Dana tersebut diduga digunakan untuk menggerakkan tim cyber atau buzzer yang berjumlah sekitar 150 orang. Tim ini bertugas menyebarkan narasi negatif yang bertujuan untuk mendiskreditkan penyidik dan penuntut umum Kejagung yang tengah menangani kasus korupsi.

Modus operandi yang dilakukan adalah dengan membuat dan menyebarkan konten-konten negatif melalui berbagai platform media sosial dan media online. Konten ini dirancang sedemikian rupa untuk membentuk opini publik yang merugikan citra Kejagung dan jajaran Jampidsus. Diduga, aksi ini dilakukan untuk mempengaruhi jalannya persidangan dan memberikan tekanan kepada para penegak hukum yang bertugas.

Penyidik mengungkap bahwa pemberian dana kepada Muzakki dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama, Muzakki menerima Rp 697.500.000 melalui seorang staf keuangan dari kantor hukum AALF bernama Indah Kusumawati. Tahap kedua, Marcella Santoso mengirimkan uang sebesar Rp 167.000.000 melalui seorang kurir dari kantor hukum yang sama.

Muzakki kini telah ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut. Ia dijerat dengan pasal 21 Undang-Undang Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2021, juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Selain Muzakki dan Santoso, penyidik juga telah menetapkan dan menahan dua tersangka lainnya, yaitu Junaedi Saibih (JS), seorang advokat, dan Tian Bahtiar (TB), Direktur Pemberitaan nonaktif JAK TV. Mereka diduga memiliki peran sentral dalam komplotan ini. Bahtiar, misalnya, diduga bertugas membuat konten negatif yang kemudian disebarluaskan oleh para buzzer yang dikomandoi oleh Muzakki.

Kasus ini bermula dari penyidikan dugaan suap dalam penanganan perkara ekspor CPO yang melibatkan tiga korporasi, yaitu PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group. Dalam proses hukum sebelumnya, Kejagung telah menetapkan sejumlah tersangka, termasuk hakim dan panitera di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, serta pihak-pihak yang diduga memberikan suap.

Berikut adalah daftar tersangka dalam kasus ini:

  • M. Adhiya Muzakki (MAM) - Bos Buzzer
  • Marcella Santoso (MS) - Advokat
  • Junaedi Saibih (JS) - Advokat
  • Tian Bahtiar (TB) - Direktur Pemberitaan nonaktif JAK TV
  • Muhammad Arif Nuryanta - Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel)
  • Wahyu Gunawan (WG) - Panitera Muda Perdata Jakarta Utara
  • Djuyamto - Ketua Majelis Hakim
  • Agam Syarif Baharuddin - Anggota Majelis Hakim
  • Ali Muhtarom - Anggota Majelis Hakim
  • Muhammad Syafei - Social Security Legal Wilmar Group

Kasus ini menjadi sorotan karena mengungkap dugaan upaya sistematis untuk mempengaruhi proses hukum melalui penggunaan buzzer dan penyebaran disinformasi. Kejagung menegaskan komitmennya untuk menindak tegas segala bentuk praktik korupsi dan upaya menghalangi penegakan hukum.