Kejaksaan Agung Ungkap Dalang Buzzer dalam Kasus Obstuksi Hukum: Bukan dari Kalangan Jurnalis
Kejaksaan Agung (Kejagung) menegaskan bahwa M Adhiya Muzakki (MAM), yang baru-baru ini ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan perintangan proses hukum, bukanlah seorang jurnalis maupun individu yang pernah bekerja di media massa. Penegasan ini disampaikan seiring dengan pengungkapan peran MAM dalam upaya sistematis untuk menghalangi penyidikan, penuntutan, hingga proses peradilan dalam tiga kasus besar yang tengah ditangani Kejagung. Kasus-kasus tersebut meliputi dugaan korupsi di PT Timah, dugaan impor gula ilegal, serta dugaan suap terkait penanganan perkara ekspor minyak sawit mentah (CPO).
Menurut keterangan resmi Kejagung, MAM bersama tiga tersangka lainnya terlibat dalam sebuah persekongkolan jahat yang bertujuan untuk merintangi, bahkan menggagalkan, upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh tim penyidik dan penuntut umum Kejagung. Modus operandi yang digunakan adalah dengan memanfaatkan jaringan buzzer untuk menyebarkan disinformasi dan narasi negatif yang tendensius terhadap penanganan perkara yang sedang berjalan.
Adhiya Muzakki, sebagai ketua tim cyber army, mengarahkan sekitar 150 buzzer untuk secara aktif menyebarkan komentar dan konten-konten negatif yang diproduksi oleh Tian Bahtiar. Tian sendiri, dalam menjalankan aksinya, mendapatkan arahan dan petunjuk dari dua tersangka lain, yaitu Marcella Santoso dan Junaedi Saibih.
"(Tian) Membuat video dan konten negatif yang diposting atau dipublikasikan melalui platform media sosial baik TikTok, Instagram, maupun Twitter berdasarkan materi yang diberikan oleh tersangka MS dan tersangka JS yang berisikan narasi-narasi mendiskreditkan penanganan perkara a quo yang dilakukan oleh Jampidsus Kejaksaan Agung pimpinan Kejaksaan Agung dalam penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di persidangan," ujar Qohar.
Peran Adhiya dalam komplotan ini sangat signifikan. Ia bertindak sebagai koordinator utama yang mengendalikan tim cyber army yang berjumlah sekitar 150 orang. Tim ini bertugas untuk memproduksi dan menyebarluaskan konten-konten negatif melalui berbagai platform media sosial dan media online. Tujuan utama dari operasi ini adalah untuk mendiskreditkan Kejaksaan Agung dan khususnya jajaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) di mata publik.
Motif dari tindakan para tersangka ini diduga kuat adalah untuk menjatuhkan citra Kejaksaan Agung dan jajaran Jampidsus dengan menciptakan narasi negatif di ruang publik. Akibat perbuatannya tersebut, Adhiya disebut-sebut menerima imbalan dengan total mencapai Rp 864.500.000,. Saat ini, Adhiya telah ditahan di rumah tahanan (rutan) Salemba cabang Kejaksaan Agung untuk 20 hari ke depan guna kepentingan penyidikan lebih lanjut.
Penetapan Adhiya sebagai tersangka merupakan hasil pengembangan dari penyidikan kasus dugaan suap terkait penanganan perkara ekspor crude palm oil (CPO) yang melibatkan tiga korporasi besar, yaitu PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group. Kasus ini sebelumnya telah bergulir di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan delapan orang tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di PN Jakarta Pusat terkait kasus vonis lepas ekspor CPO terhadap tiga perusahaan, yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group. Mereka adalah Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel), Muhammad Arif Nuryanta, Panitera Muda Perdata Jakarta Utara, Wahyu Gunawan (WG), serta kuasa hukum korporasi, Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri. Terbaru, Social Security Legal Wilmar Group, Muhammad Syafei, ditetapkan sebagai tersangka karena diduga merupakan pihak yang menyiapkan uang suap Rp 60 miliar untuk hakim Pengadilan Tipikor Jakarta melalui pengacaranya untuk penanganan perkara ini. Kejaksaan menduga Muhammad Arif Nuryanta, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, menerima suap Rp 60 miliar. Vonis lepas merupakan putusan hakim yang menyatakan bahwa terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan, tetapi perbuatan tersebut tidak termasuk dalam kategori tindak pidana.
- Mekanisme Penyebaran Disinformasi
- Pembuatan Konten Negatif: Tian Bahtiar membuat konten negatif atas arahan Marcella Santoso dan Junaedi Saibih.
- Penyebaran Melalui Buzzer: M Adhiya Muzakki mengkoordinasi 150 buzzer untuk menyebarkan konten di TikTok, Instagram, dan Twitter.
- Dampak yang Ditimbulkan
- Mendiskreditkan Kejaksaan Agung: Narasi negatif bertujuan menjatuhkan citra Kejaksaan Agung dan Jampidsus.
- Keuntungan Finansial: Adhiya Muzakki menerima Rp 864.500.000 dari aktivitas tersebut.
- Perkembangan Kasus Suap CPO
- Penetapan Tersangka Tambahan: Muhammad Syafei (Wilmar Group) ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.
- Keterlibatan Pejabat Pengadilan: Muhammad Arif Nuryanta diduga menerima suap Rp 60 miliar saat menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat.