Kejaksaan Agung Jerat Dalang Buzzer dalam Kasus Korupsi Timah dan Impor Gula
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan M. Adhiya Muzakki (MAM), yang diduga sebagai pemimpin sebuah tim buzzer, sebagai tersangka dalam kasus dugaan perintangan penyidikan, penuntutan, dan pengadilan terkait beberapa perkara besar. Kasus-kasus tersebut meliputi dugaan korupsi di PT Timah, dugaan penyimpangan dalam impor gula, serta dugaan suap dalam penanganan perkara ekspor Crude Palm Oil (CPO).
Adhiya Muzakki, yang diidentifikasi sebagai ketua dari sebuah tim cyber army, diduga terlibat dalam konspirasi dengan tiga tersangka lain untuk menciptakan narasi negatif yang bertujuan mendiskreditkan Kejagung yang saat itu tengah fokus menangani serangkaian kasus korupsi. Ketiga tersangka lainnya adalah Marcella Santoso (MS), seorang advokat; Junaedi Saibih (JS), juga seorang advokat; dan Tian Bahtiar (TB), yang saat itu menjabat sebagai Direktur Pemberitaan nonaktif di JAK TV.
Peran dan Operasi Tim Cyber Army
Menurut keterangan yang diberikan, M. Adhiya Muzaki diduga kuat terlibat dalam produksi dan penyebaran konten negatif melalui berbagai platform media sosial dan media online. Dalam struktur tim cyber army tersebut, ia memimpin sekitar 150 orang yang secara khusus ditugaskan untuk memberikan komentar-komentar negatif terhadap konten yang diproduksi oleh Tian Bahtiar, yang saat itu masih aktif sebagai Direktur Pemberitaan di JAK TV.
"Tersangka MAM atas permintaan MS bersepakat untuk membuat tim cyber army untuk menjadi lima tim yang (anggotanya) berjumlah sekitar 150 orang buzzer," ungkap Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung, Abdul Qohar, dalam konferensi pers yang diadakan di Jakarta.
Tujuan utama dari kegiatan ini adalah untuk merusak citra Kejagung dan Jampidsus di mata publik dengan menyebarkan disinformasi dan narasi yang merugikan.
Aliran Dana dan Pembayaran Buzzer
Dalam menjalankan aksinya, M. Adhiya Muzaki diduga menerima dana sebesar Rp 864.500.000 dari Marcella Santoso, seorang advokat yang juga menjadi tersangka dalam kasus ini. Dana tersebut disalurkan dalam dua tahap:
- Tahap pertama, sebesar Rp 697.500.000, ditransfer dari Marcella Santoso melalui Indah Kusumawati, seorang staf di bagian keuangan kantor hukum AALF.
- Tahap kedua, sebesar Rp 167.000.000, diserahkan oleh Marcella Santoso melalui seorang kurir dari kantor hukum AALF.
"Jumlah total uang yang diterima oleh MAM dari MS sebanyak Rp 864.500.000,” jelas Qohar.
Dana yang diterima kemudian digunakan untuk merekrut, mengelola, dan membayar para buzzer yang terlibat dalam operasi disinformasi ini.
Struktur Tim dan Pembayaran Buzzer
M. Adhiya Muzaki membagi 150 buzzer yang berada di bawah komandonya menjadi lima tim yang diberi nama Mustafa 1, Mustafa 2, Mustafa 3, Mustafa 4, dan Mustafa 5. Setiap buzzer diduga menerima bayaran sebesar Rp 1.500.000.
"(Adhiya) merekrut, menggerakkan, dan membayar buzzer-buzzer tersebut dengan bayaran sekitar Rp 1,5 juta per buzzer untuk merespon dan memberikan komentar negatif terhadap berita-berita negatif," kata Qohar.
Mekanisme Kerja dan Distribusi Konten
M. Adhiya Muzaki dan tim buzzer-nya menerima arahan langsung dari Marcella Santoso dan Junaedi Saibih. Mereka bertugas memberikan komentar negatif terhadap konten yang diunggah di berbagai platform media sosial, termasuk TikTok, Instagram, dan X (sebelumnya dikenal sebagai Twitter).
Menurut penyelidikan, Tian Bahtiar membuat video dan konten negatif yang kemudian dipublikasikan melalui platform media sosial, berdasarkan materi yang diberikan oleh Marcella Santoso dan Junaedi Saibih. Konten tersebut berisi narasi yang mendiskreditkan penanganan perkara yang dilakukan oleh Jampidsus Kejaksaan Agung.
Atas perbuatannya, Adhiya Muzakki dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
M. Adhiya Muzakki saat ini ditahan di rumah tahanan (rutan) Salemba cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut.