Operator SPBU di Batam Jadi Tersangka Penyelewengan BBM Subsidi Usai Aksinya Viral

Operator SPBU di Batam Terjerat Hukum Akibat Penyelewengan BBM Subsidi

Kasus penyalahgunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi kembali mencuat di Batam. Subdit IV Direktorat Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kepulauan Riau (Kepri) telah menetapkan seorang operator Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di wilayah Kabil, Batam, berinisial D, sebagai tersangka. Penetapan ini merupakan tindak lanjut dari viralnya video di media sosial yang merekam aktivitas mencurigakan di SPBU tersebut.

AKBP Zamrul Aini, Kasubdit IV Ditreskrimsus Polda Kepri, mengungkapkan bahwa penetapan tersangka D didasarkan pada hasil penyelidikan mendalam dan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi, termasuk anak di bawah umur yang kedapatan membeli BBM. "Proses penetapan tersangka ini telah melalui tahapan yang panjang. Pembeli yang terekam dalam video tersebut masih berusia 12 tahun dan saat ini diperiksa sebagai saksi," ujar AKBP Zamrul.

Modus Operandi dan Keuntungan Ilegal

Modus operandi yang digunakan tersangka D terbilang licik. Ia diduga kuat telah melayani pengecer BBM bersubsidi selama kurang lebih lima bulan terakhir. Dalam menjalankan aksinya, D memanfaatkan barcode milik orang lain yang tersimpan di mesin electronic data capture (EDC) SPBU. Selain itu, ia juga memanfaatkan jadwal piket malam hingga dini hari untuk menghindari pengawasan.

"Tersangka menyimpan puluhan barcode milik orang lain di mesin EDC yang digunakannya sehari-hari. Jadwal kerjanya yang selalu malam dalam lima bulan terakhir memudahkannya menjalankan aksi ilegal ini," terang AKBP Zamrul.

Kasus ini terungkap berawal dari kecurigaan seorang pengendara sepeda motor yang hendak mengisi BBM jenis Pertalite pada dini hari, sekitar pukul 03.30 WIB. Saat itu, mesin EDC yang digunakan tersangka mengalami gangguan, sehingga pengisian BBM tidak dapat diproses. Namun, selang 15 menit kemudian, sistem barcode kembali berfungsi normal. Pengendara tersebut kemudian mendapati tersangka mengisi BBM menggunakan jeriken kepada konsumen lain. Pengisian BBM menggunakan jeriken ini dilakukan dengan menggunakan barcode milik operator SPBU, karena konsumen tidak memiliki barcode yang diperlukan untuk membeli BBM bersubsidi.

Dari hasil pemeriksaan, tersangka D mengakui mendapatkan komisi dari para pengecer BBM, dengan besaran antara Rp 5.000 hingga Rp 10.000 per jeriken. Aksi ini telah dilakukannya sejak Desember 2024, dengan potensi pendapatan ilegal mencapai Rp 200.000 hingga Rp 500.000 per hari. "Tersangka bekerja setiap hari, sehingga dalam sebulan bisa mendapatkan keuntungan hingga Rp 10 juta," ungkap AKBP Zamrul.

Penyelidikan Lebih Lanjut dan Ancaman Hukuman

Pihak kepolisian saat ini tengah melakukan penyelidikan lebih lanjut untuk mengungkap kemungkinan keterlibatan pihak manajemen SPBU dalam kasus ini. "Kami belum menemukan indikasi keterlibatan pihak lain, namun penyidikan terus berjalan. Tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka baru dalam kasus ini," tegas AKBP Zamrul.

Tersangka D dijerat dengan Pasal 40 angka 9 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang mengubah Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, dengan ancaman hukuman penjara maksimal 6 tahun.