DPR Pertimbangkan Pembahasan RUU Perampasan Aset: Menunggu KUHAP Rampung dan Surpres Terbaru
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah menimbang kelanjutan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Terkait Tindak Pidana. Surat Presiden (Surpres) terkait RUU ini telah diterima DPR sejak era pemerintahan Joko Widodo. Namun, belum diputuskan apakah pembahasan akan didasarkan pada Surpres lama tersebut atau menunggu pengajuan Surpres baru dari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Wakil Ketua DPR, Adies Kadir, menyatakan bahwa DPR terbuka terhadap perubahan yang diajukan oleh pemerintah. "Kalau pemerintah mengajukan perubahan kan boleh, enggak ada masalah," ujarnya. Hal ini mengindikasikan fleksibilitas DPR dalam menyesuaikan pembahasan RUU dengan perkembangan kebijakan pemerintah.
Anggota Komisi III DPR, Nasir Djamil, mengungkapkan bahwa pembahasan RUU Perampasan Aset direncanakan akan dilakukan pada tahun 2026. Prioritas utama saat ini adalah menyelesaikan revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). "Ya, mudah-mudahan selesai hukum acara pidana, kita akan masuk ke RUU Perampasan Aset," kata Nasir. Ia menambahkan bahwa Komisi III DPR akan menjadi pihak yang membahas RUU ini, meskipun tidak menutup kemungkinan untuk dibahas oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR.
Ketua DPR, Puan Maharani, menegaskan bahwa DPR tidak ingin terburu-buru dalam membahas RUU Perampasan Aset. Fokus utama saat ini adalah menyelesaikan KUHAP dengan melibatkan partisipasi masyarakat. "Setelah itu baru kita akan masuk ke perampasan aset," ujarnya. Puan menekankan pentingnya meminta masukan dan pandangan dari berbagai pihak untuk memastikan RUU Perampasan Aset sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan ketentuan hukum yang berlaku. "Karena kalau tergesa-gesa nanti tidak akan sesuai dengan aturan yang ada, dan kemudian tidak akan sesuai dengan mekanisme yang ada. Itu akan rawan," jelasnya.
Presiden Prabowo Subianto sendiri telah menunjukkan komitmennya terhadap RUU Perampasan Aset. Dalam peringatan Hari Buruh Internasional, Prabowo menyatakan dukungannya terhadap RUU ini sebagai langkah untuk melawan korupsi. "Saudara-saudara, dalam rangka juga pemberantasan korupsi, saya mendukung Undang-Undang Perampasan Aset. Saya mendukung!" tegas Prabowo.
RUU Perampasan Aset telah diusulkan pemerintah sejak tahun 2012, setelah melalui kajian oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sejak tahun 2008. Surpres terkait RUU ini telah dikirimkan ke DPR pada 4 Mei 2023. Namun, hingga akhir masa jabatan DPR periode 2019-2024, pembahasan RUU ini belum sempat dilakukan.
Dengan adanya dukungan dari Presiden Prabowo dan rencana pembahasan yang dijadwalkan pada tahun 2026, RUU Perampasan Aset memiliki momentum untuk segera direalisasikan. Namun, penyelesaian KUHAP dan pengajuan Surpres terbaru dari pemerintah akan menjadi faktor penting dalam menentukan kelancaran pembahasan RUU ini.
Beberapa poin penting dalam pembahasan RUU Perampasan Aset meliputi:
- Penentuan dasar pembahasan: Surpres lama atau baru
- Prioritas penyelesaian RKUHAP
- Keterlibatan masyarakat dalam penyusunan RUU
- Komitmen pemerintah dan DPR dalam pemberantasan korupsi
Dengan memperhatikan poin-poin tersebut, diharapkan RUU Perampasan Aset dapat segera disahkan dan menjadi instrumen yang efektif dalam memberantas korupsi di Indonesia.