Investasi Kuartal I/2025 Melesat, Pemerintah Didesak Tingkatkan Iklim Usaha

Investasi di Indonesia mengalami peningkatan signifikan pada kuartal pertama tahun 2025, mencapai Rp 465,2 triliun. Momentum ini dipandang sebagai peluang emas bagi pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui penciptaan lapangan kerja dan peningkatan daya beli.

Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Jumhur Hidayat, menyampaikan apresiasinya terhadap pertumbuhan investasi tersebut. Ia mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah-langkah strategis guna memaksimalkan dampak positifnya bagi masyarakat luas.

Jumhur menyoroti pentingnya pemangkasan hambatan regulasi yang selama ini menjadi keluhan utama para investor. Ia menjelaskan bahwa kompleksitas perizinan, beban perpajakan, dan masalah pengadaan tanah merupakan faktor-faktor yang menghambat investasi di Indonesia. Data menunjukkan bahwa masalah ketenagakerjaan, termasuk isu perburuhan, berada di urutan ke-11 sebagai faktor penghambat investasi.

"Pemerintah perlu segera mereformasi regulasi dan menciptakan iklim usaha yang lebih kondusif," ujar Jumhur. "Dengan demikian, investasi akan semakin meningkat dan menciptakan lebih banyak lapangan kerja bagi masyarakat."

Menurutnya, pemerintah perlu fokus pada upaya menurunkan biaya berbisnis di Indonesia. Hal ini meliputi biaya logistik yang tinggi dan suku bunga kredit perbankan yang memberatkan pelaku usaha.

Tantangan Biaya Berbisnis di Indonesia

Jumhur mengutip data dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) yang menunjukkan bahwa biaya berbisnis di Indonesia lebih tinggi dibandingkan negara-negara tetangga seperti Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam. Biaya logistik di Indonesia mencapai 23,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), jauh lebih tinggi dibandingkan Malaysia (13 persen) dan Singapura (8 persen). Suku bunga kredit di Indonesia juga relatif tinggi, berkisar antara 8 hingga 14 persen, sementara di negara tetangga hanya 4 hingga 6 persen.

"Biaya logistik dan suku bunga kredit yang tinggi menjadi beban berat bagi pengusaha," kata Jumhur. "Pemerintah harus hadir untuk membantu pengusaha dengan menurunkan biaya-biaya tersebut."

Jumhur menilai bahwa tingginya bunga kredit merupakan praktik tidak produktif yang menghambat pertumbuhan ekonomi. Ia mengusulkan agar selisih bunga kredit yang tinggi tersebut dikembalikan kepada perusahaan dan buruh untuk meningkatkan daya beli dan mendorong perekonomian.

Seruan Dialog dan Kebijakan Inklusif

KSPSI meyakini bahwa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto memiliki komitmen untuk mewujudkan pemerintahan yang aspiratif dan berpihak pada rakyat. Jumhur menekankan pentingnya dialog antara pemerintah, pelaku usaha, dan serikat buruh untuk menghasilkan kebijakan yang inklusif dan berdampak positif bagi semua pihak.

Ia berharap pemerintah dapat membuka ruang dialog yang konstruktif dengan semua pemangku kepentingan untuk membahas solusi konkret terhadap masalah-masalah yang dihadapi dunia usaha dan pekerja. Dengan demikian, kebijakan yang dihasilkan akan lebih efektif dan berdampak positif bagi perekonomian nasional.

"Kami berharap pemerintah dapat mewujudkan pemerintahan yang mendengar dan berpihak pada rakyat," kata Jumhur. "Dengan dialog dan kebijakan yang tepat, kita dapat menciptakan iklim usaha yang kondusif, meningkatkan investasi, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat."

Dengan mempermudah proses investasi, menurunkan biaya berbisnis, dan menciptakan iklim usaha yang kondusif, Jumhur berharap akan tercipta lebih banyak lapangan kerja dan masyarakat memiliki penghasilan yang cukup untuk mendorong roda ekonomi.