Kejagung Tunda Penahanan Eks Pejabat Kemhan dan WNA dalam Kasus Korupsi Proyek Satelit
Kejaksaan Agung masih menunda penahanan dua tersangka utama dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan user terminal satelit orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) di Kementerian Pertahanan (Kemhan) tahun 2016. Penundaan ini menimbulkan pertanyaan di tengah upaya pemberantasan korupsi yang gencar dilakukan.
Kedua tersangka yang belum ditahan adalah Laksamana Muda TNI (Purn) Leonardi, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Badan Sarana Pertahanan Kemhan sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan Gabor Kuti, CEO Navayo International AG, sebuah perusahaan yang menjadi pihak ketiga dalam proyek tersebut. Direktur Penindakan Jampidmil Kejagung, Brigjen Andi Suci, menyatakan bahwa pemeriksaan terhadap Gabor Kuti akan tetap dilaksanakan di wilayah hukum Indonesia. Hal ini menunjukkan keseriusan Kejagung dalam menuntaskan kasus ini.
Sementara itu, tersangka lain, Anthony Thomas Van Der Hayden, saat ini sedang menjalani hukuman 12 tahun penjara di Rutan Salemba. Vonis ini terkait kasus korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derajat BT, yang menggunakan skema kontrak sewa dengan satelit Artemis Avanti di Kemhan RI tahun 2015. Keterlibatan Van Der Hayden dalam kedua kasus ini mengindikasikan adanya jaringan korupsi yang lebih luas.
Ketiga tersangka diduga kuat melakukan tindakan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian negara mencapai USD 21.384.851,89. Modus operandi yang digunakan melibatkan penunjukan langsung Navayo International AG sebagai pihak ketiga tanpa melalui proses pengadaan barang dan jasa yang sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Investigasi lebih lanjut mengungkap bahwa penunjukan Navayo International AG merupakan rekomendasi dari Anthony Thomas Van Der Hayden. Setelah penandatanganan kontrak, perusahaan tersebut menjadi kontraktor pelaksana pengadaan user terminal untuk satelit Kemhan. Navayo International AG kemudian mengklaim telah melakukan pengiriman barang kepada Kemhan.
Berdasarkan klaim tersebut, Letkol Tek Jon Kennedy Ginting dan Kolonel Chb Masri, dengan persetujuan Mayor Jenderal TNI (Purn) Bambang Hartawan dan Laksamana Muda TNI (Purn) Leonardi, menandatangani empat Surat Certificate of Performance (CoP) atau Sertifikat Kinerja. Ironisnya, CoP tersebut justru disiapkan oleh Anthony Thomas Van Der Hayden, tanpa adanya verifikasi independen terhadap keberadaan barang yang dikirim oleh Navayo. Setelah CoP diterbitkan, Navayo International AG mengirimkan empat invoice kepada Kemhan untuk menagih pembayaran. Namun, hingga tahun 2019, Kemhan tidak memiliki anggaran yang dialokasikan untuk pengadaan satelit tersebut.
Menurut perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kegiatan yang dilakukan oleh Navayo International AG telah merugikan negara sebesar USD 21.384.851,89. Kerugian ini menjadi dasar penetapan ketiga tersangka dalam kasus ini.
Jampidmil Kejaksaan Agung juga telah meminta bantuan sejumlah ahli satelit Indonesia untuk memeriksa hasil kerja Navayo. Pemeriksaan meliputi master program yang tertuang dalam 12 buku Milstone 3 Submission. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa Navayo tidak mampu membangun program user terminal yang sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan.
Atas dasar temuan tersebut, Leonardi, Thomas Van Der Hayden, dan Gabor Kuti ditetapkan sebagai tersangka. Mereka dijerat dengan pasal-pasal berlapis dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, termasuk pasal tentang perbuatan melawan hukum yang menyebabkan kerugian negara, serta pasal tentang penyertaan dan perbuatan berlanjut.