Maudy Ayunda Ungkap Pengalaman Kurang Menyenangkan di Masa Sekolah Akibat Stereotip Akademis

Artis dan lulusan Stanford University, Maudy Ayunda, baru-baru ini berbagi pengalamannya saat menghadapi tantangan di masa sekolah. Ia mengungkapkan bahwa dirinya sempat dipandang sebelah mata dan dinilai tidak mampu berprestasi secara akademis karena kesibukannya di dunia hiburan.

Dalam acara Peluncuran Gemini Akademi dan Gerakan Edukreator di Jakarta, Maudy menceritakan bagaimana ia menerima nilai prediksi yang rendah dari gurunya. Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa kesibukannya sebagai artis akan menghalangi fokusnya pada pelajaran dan berdampak buruk pada hasil ujiannya. Baginya, pengalaman ini sangat memukul dan menyebabkan demotivasi yang signifikan.

"Dulu sempat saya dianggap tidak mungkin gitu bisa perform secara akademis. Akhirnya waktu itu ada skema nilai prediksi sampai saya komplain setengah mati," ungkap Maudy.

Menurut Maudy, demotivasi semacam ini bisa sangat berbahaya bagi siswa yang tidak memiliki ketahanan mental yang kuat. Ia menekankan pentingnya bagi guru, sekolah, dan orang tua untuk tidak membuat perbedaan atau mengkotak-kotakkan anak berdasarkan kemampuan atau latar belakang mereka. Setiap anak memiliki potensi yang berbeda-beda, dan ekosistem sekolah harus mampu memberikan ruang yang luas untuk menumbuhkan pola pikir positif dan memberdayakan siswa.

"Menurut saya guru atau ekosistem sekolah punya ruang yang sangat besar dalam membuat anak punya growth mindset. Bukan berarti kamu A, kamu akan B. Bukan berarti kamu C kamu itu D. Itu membuat aku merasa berdaya," jelasnya.

Maudy beruntung memiliki dukungan dari orang-orang terdekatnya yang membantunya mengatasi demotivasi tersebut. Dukungan ini membangkitkan kembali rasa percaya dirinya dan keinginannya untuk belajar, hingga akhirnya ia berhasil menyelesaikan pendidikannya di Stanford University.

Maudy juga menyoroti peran penting guru yang kreatif dalam meningkatkan semangat belajar siswa. Ia mengenang salah satu gurunya yang sangat kreatif dalam mengajar mata pelajaran sejarah. Tugas-tugas yang diberikan gurunya, seperti menulis esai dari sudut pandang tokoh sejarah atau menampilkan drama tentang perang, membuat Maudy merasa senang dan bersemangat untuk belajar. Metode-metode kreatif ini membuat Maudy tak sabar untuk pergi ke sekolah, meskipun ia memiliki banyak aktivitas lain sebagai artis.

"Karena terciptanya kesempatan untuk punya kemenangan kecil di sekolah. Menurut saya itu sesuatu yang sangat bisa dibantu oleh bapak-Ibu Guru," ujarnya.

Maudy menekankan bahwa setiap anak memiliki motivasi yang berbeda-beda. Oleh karena itu, guru harus kreatif dalam menciptakan ruang yang memungkinkan semangat belajar siswa dapat berkembang. Dengan memberikan dukungan dan kesempatan yang tepat, guru dapat membantu siswa mencapai potensi penuh mereka, terlepas dari latar belakang atau kesibukan mereka.