Kementerian HAM Dalami Dugaan Pelanggaran HAM dalam Kasus Sirkus OCI

Kementerian HAM Investigasi Dugaan Pelanggaran HAM dalam Polemik Sirkus OCI

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (KemenHAM) tengah mendalami dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dialami oleh mantan pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI). Investigasi ini dilakukan menyusul pengaduan dari para mantan pemain OCI yang merasa dieksploitasi selama bekerja di sirkus tersebut.

Dugaan Pelanggaran HAM Mencuat ke Publik

Kasus ini mencuat setelah para mantan pemain OCI mengadukan nasib mereka ke Kementerian HAM. Mereka mengklaim mengalami berbagai bentuk kekerasan, termasuk dugaan perbudakan modern, selama menjadi bagian dari sirkus tersebut. Wakil Menteri HAM, Mugiyanto, menerima langsung audiensi dengan para mantan pemain sirkus tersebut.

Direktur Jenderal Pelayanan dan Kepatuhan HAM (Dirjen PDK HAM) Kementerian HAM, Munafrizal Manan, menyatakan bahwa pihaknya menduga adanya pelanggaran hukum dan HAM berdasarkan informasi yang diperoleh dari para pelapor, terlapor, dan berbagai lembaga terkait. Menurut Munafrizal, dugaan pelanggaran tersebut meliputi:

  • Pelanggaran terhadap hak anak untuk mengetahui asal usulnya.
  • Pelanggaran terhadap hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak.
  • Kekerasan fisik yang mengarah pada penganiayaan.
  • Dugaan kekerasan seksual.
  • Dugaan praktik perbudakan modern.

Kementerian HAM juga menemukan indikasi bahwa OCI menerima anak-anak berusia 2 hingga 6 tahun untuk ditampung dan dilatih menjadi pemain sirkus. Informasi ini masih perlu diverifikasi lebih lanjut.

Rekomendasi Kementerian HAM untuk Penanganan Kasus

Merespon temuan tersebut, Kementerian HAM mengeluarkan empat rekomendasi:

  1. Meminta Komnas HAM untuk menelusuri kemungkinan adanya pelanggaran HAM berat di masa lalu terkait kasus ini.
  2. Merekomendasikan Bareskrim Polri untuk melakukan pemeriksaan atas dugaan tindak pidana, menentukan kapan OCI berhenti beroperasi, dan mengumumkan hasilnya kepada publik.
  3. Meminta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) untuk memberikan terapi psikologis kepada para mantan pemain sirkus OCI.
  4. Mendorong pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) atas permintaan resmi dari DPR.

Kementerian HAM juga menawarkan beberapa opsi penyelesaian kasus ini, termasuk pendekatan melalui pelanggaran HAM berat masa lalu, jalur hukum pidana dan perdata, restorative justice, dan mediasi. Kementerian HAM bersedia menjadi pihak ketiga dalam proses mediasi.

Respon Pihak OCI dan Klaim Penyerahan Anak Sukarela

Pihak OCI mengklaim telah berupaya menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan dengan menawarkan uang kekeluargaan sebesar Rp 150 juta per orang kepada para mantan pemain sirkus. Namun, tawaran tersebut ditolak. Kuasa hukum OCI, Hamdan Zoelva, menyatakan bahwa pihaknya memiliki bukti bahwa orang tua mantan pemain OCI menyerahkan anak mereka secara sukarela karena keterbatasan ekonomi.

Zoelva juga mengklaim bahwa OCI memberikan pendidikan standar kepada anak-anak yang dilatih menjadi pemain sirkus, termasuk pelajaran bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan matematika. Selain itu, mereka juga mendapatkan pendidikan keterampilan yang relevan.

Kasus Penggelapan Asal-Usul Orang

Salah satu mantan pemain OCI, Vivi Nurhidayah, pernah melaporkan kasus penggelapan asal-usul orang pada tahun 1997. Berdasarkan laporan tersebut, Vivi sejak kecil dididik dan menjadi bagian dari keluarga Frans Manansang. Setelah menghilang pada tahun 1996, Vivi ditemukan di Semarang bersama pacarnya dan menolak untuk kembali ke keluarga Manansang.

Kasus ini masih terus bergulir dan menjadi perhatian publik. Diharapkan, investigasi yang dilakukan oleh Kementerian HAM dapat mengungkap fakta sebenarnya dan memberikan keadilan bagi para korban dugaan pelanggaran HAM.