Demi Tambahan Penghasilan Lebaran, Para Porter Stasiun Pasar Senen Rela Korbankan Momen Mudik

Demi Tambahan Penghasilan Lebaran, Para Porter Stasiun Pasar Senen Rela Korbankan Momen Mudik

Lebaran, hari raya yang dinantikan seluruh umat muslim di Indonesia, menjadi momen sakral berkumpul bersama keluarga. Namun, bagi sebagian kalangan, momen tersebut harus dikorbankan demi memenuhi kebutuhan ekonomi. Hal inilah yang dialami oleh para porter di Stasiun Pasar Senen, Jakarta Pusat. Mereka rela meninggalkan keluarga dan melewatkan hari raya di tengah hiruk-pikuk stasiun demi mendapatkan penghasilan tambahan untuk memenuhi kebutuhan hidup, terutama menjelang tahun ajaran baru.

Ruhandi (65), salah satu porter yang telah mengabdi selama 26 tahun, mengungkapkan kerinduannya kepada istri dan anak-anaknya di kampung halaman. Namun, demi membiayai pendidikan anaknya yang akan memasuki Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), ia terpaksa menahan kerinduan dan tetap bekerja selama Lebaran. “Ya, bukannya tidak mau pulang. Kangen juga sama keluarga. Tapi, Lebaran di sini pasti ramai, pendapatannya lebih banyak. Uangnya untuk biaya sekolah anak,” ujar Ruhandi saat ditemui di Stasiun Pasar Senen, Sabtu (8/3/2025).

Penghasilan Ruhandi sebagai porter memang tidak menentu, tergantung jumlah penumpang yang dibantu dan kedermawanan para penumpang. “Kadang dapat banyak, kadang sedikit. Yang penting bersyukur. Ada yang memberi sedikit, ada juga yang memberi banyak setelahnya. Intinya ikhlas,” tambahnya. Ia bahkan pernah mendapatkan penghasilan hanya Rp 50.000,- dalam sehari di luar musim Lebaran, namun hal itu tetap disyukuri.

Meskipun pekerjaan sebagai porter cukup menguras tenaga, Ruhandi tetap menjalankan ibadah puasa Ramadhan. “Alhamdulillah, puasa tetap dijalankan. Itu kewajiban, meskipun kerjaan melelahkan. Puasa bagian dari ibadah,” tuturnya. Ia mengamati bahwa pada Sabtu siang (8/3/2025), jumlah penumpang tergolong landai, mungkin karena sebagian penumpang masih menunda keberangkatan menjelang Lebaran.

Senada dengan Ruhandi, Tarmuji, porter lain di Stasiun Pasar Senen, juga memilih untuk tetap bekerja selama Lebaran. Ia harus meninggalkan keluarganya di Blora, Jawa Tengah, demi mendapatkan penghasilan tambahan. “Tidak mudik, setelah Lebaran baru pulang. Lebaran momen yang ditunggu semua porter,” jelas Tarmuji. Ia mengungkapkan bahwa para porter tidak mematok tarif tertentu, sepenuhnya bergantung pada pemberian penumpang. “Tarifnya terserah penumpang. Kita tidak mematok harga, yang penting pelayanan kita baik. Kalau pelayanan baik, penumpang biasanya menghargai,” tambahnya. Hasil kerjanya tersebut, menurut Tarmuji, cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan biaya pendidikan anak.

Kisah Ruhandi dan Tarmuji mewakili banyak porter lainnya di Stasiun Pasar Senen yang mengorbankan momen Lebaran bersama keluarga demi tambahan penghasilan. Dedikasi dan kerja keras mereka patut dihargai, sembari juga menjadi pengingat pentingnya kesejahteraan pekerja informal di Indonesia.

  • Kondisi pekerjaan porter yang tidak menentu.
  • Pengorbanan porter demi tambahan penghasilan Lebaran.
  • Rasa rindu keluarga yang harus ditahan.
  • Kondisi ekonomi yang mengharuskan bekerja keras di hari raya.
  • Peran porter dalam melayani penumpang di stasiun.
  • Sistem upah porter yang bergantung pada kedermawanan penumpang.