Kotawaringin Timur dalam Siaga Karhutla: Lahan Gambut Jadi Perhatian Utama

Kalimantan Tengah, khususnya Kabupaten Kotawaringin Timur, kini berada dalam kondisi siaga menghadapi ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Menurunnya curah hujan dalam beberapa pekan terakhir menjadi pemicu utama meningkatnya risiko karhutla di wilayah tersebut.

Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kotawaringin Timur, Multazam, mengungkapkan kekhawatiran terkait kondisi ini. Meskipun Kotawaringin Timur masih berada dalam masa transisi musim, dengan perkiraan penurunan curah hujan signifikan pada bulan Juni, intensitas hujan telah berkurang sejak awal Mei. Di beberapa wilayah, seperti Samuda, bahkan sudah beberapa hari tidak diguyur hujan.

"Curah hujan sudah sangat minim di bulan Mei ini. Kondisi ini membuat kami meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi kebakaran lahan," ujar Multazam.

Multazam menjelaskan bahwa meskipun durasi musim kemarau tahun ini diprediksi lebih pendek dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, suhu udara diperkirakan akan lebih tinggi. Kombinasi antara minimnya curah hujan dan suhu udara yang tinggi menciptakan kondisi ideal bagi munculnya titik api dan penyebaran karhutla.

Salah satu faktor yang memperparah kerentanan Kotawaringin Timur terhadap karhutla adalah karakteristik wilayahnya yang sebagian besar terdiri dari lahan gambut. Lahan gambut memiliki kadar air tertentu yang sangat sensitif terhadap perubahan cuaca. Ketika musim kemarau tiba dan kadar air menurun, lahan gambut menjadi sangat mudah terbakar dan sulit dipadamkan.

"Lahan gambut sangat rentan terbakar saat kekeringan. Beberapa wilayah di Kotawaringin Timur memiliki risiko tinggi karena didominasi oleh lahan gambut," jelas Multazam.

Berdasarkan peta risiko karhutla, wilayah selatan Kotawaringin Timur, termasuk Kecamatan Cempaga, Kota Besi, Mentawa Baru Ketapang, Mentaya Hulu Utara, Seranau, hingga Teluk Sampit, menjadi daerah yang paling rawan terjadi kebakaran. Kondisi ini disebabkan oleh keberadaan rawa gambut di bawah permukaan tanah.

"Memadamkan api di tanah mineral relatif lebih mudah dibandingkan dengan lahan gambut," kata Multazam.

Beberapa waktu lalu, kebakaran lahan sempat terjadi di dekat pemukiman warga di Perumahan Graha Pramuka Tahap 3, Kecamatan Baamang. Kebakaran menghanguskan lahan seluas 0,37 hektar yang didominasi oleh semak belukar di atas lahan gambut. Proses pemadaman membutuhkan waktu sekitar 45 menit karena kesulitan mendapatkan sumber air.

Merespon meningkatnya risiko karhutla, Multazam mengimbau masyarakat untuk tidak melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar. Praktik pembakaran lahan seringkali dilakukan oleh oknum yang ingin memperluas lahan perkebunan sawit.

"Kami mengimbau kepada masyarakat untuk tidak membuka lahan dengan cara membakar, terutama dalam kondisi cuaca panas seperti saat ini. Kami harap semua pihak dapat lebih berhati-hati dan meningkatkan kewaspadaan," pungkasnya.

Berikut wilayah paling rentan terjadi karhutla:

  • Kecamatan Cempaga
  • Kota Besi
  • Mentawa Baru Ketapang
  • Mentaya Hulu Utara
  • Seranau
  • Teluk Sampit