Satgas Ormas: Negara Berupaya Menertibkan Kekuatan di Luar Kendali?
Dilema Negara dan Ormas: Penegakan Hukum di Persimpangan Jalan
Negara, yang seharusnya memegang monopoli kekerasan yang sah, kerap kali terlihat gamang dalam menghadapi realitas di lapangan. Kekuatan-kekuatan lain, seringkali berwujud organisasi masyarakat (ormas), muncul dan menjalankan fungsi-fungsi yang seharusnya menjadi wewenang negara. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan mendasar: sejauh mana negara mampu menegakkan hukum dan menjaga ketertiban?
Keberadaan ormas di Indonesia menjadi dilema tersendiri. Di satu sisi, kebebasan berserikat dijamin oleh konstitusi. Di sisi lain, banyak ormas yang justru melakukan tindakan-tindakan yang meresahkan masyarakat, bahkan mengganggu iklim investasi. Praktik premanisme yang mengatasnamakan ormas menjadi ancaman nyata bagi kepastian hukum dan stabilitas nasional.
Premanisme Berkedok Ormas: Ancaman Nyata Investasi dan Kepastian Hukum
Laporan dari berbagai sumber menunjukkan bahwa gangguan ormas terhadap investasi bukanlah isapan jempol belaka. Data Kementerian Investasi mengungkap bahwa sejumlah besar proyek strategis terhambat akibat ulah ormas, mulai dari permintaan jatah proyek hingga pemaksaan rekrutmen anggota. Kerugian ekonomi yang ditimbulkan mencapai angka yang fantastis, mengancam pertumbuhan ekonomi nasional.
Kisah-kisah di lapangan pun menggambarkan betapa meresahkannya keberadaan ormas-ormas ini. Di kawasan industri, pungutan liar dan tekanan dari ormas menjadi momok bagi para investor. Truk-truk pengangkut bahan tambang harus menyetor 'uang keamanan', sementara pabrik-pabrik terancam terhambat operasionalnya jika tidak memenuhi tuntutan ormas. Ironisnya, tindakan-tindakan ini seringkali dilakukan dengan dalih menjaga kearifan lokal.
- Pungutan liar terhadap industri dan proyek
- Pemaksaan rekrutmen tenaga kerja
- Intimidasi dan ancaman terhadap investor
- Pemblokiran akses dan gangguan operasional
Satgas Ormas: Harapan di Tengah Ketidakpastian
Pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Terpadu Operasi Penanganan Premanisme dan Ormas menjadi angin segar di tengah situasi yang memprihatinkan ini. Satgas ini diharapkan dapat menjadi ujung tombak negara dalam menertibkan ormas-ormas yang meresahkan dan mengganggu stabilitas nasional. Namun, tantangan yang dihadapi Satgas tidaklah mudah.
Premanisme yang berjejaring, apalagi jika memiliki hubungan dengan elite politik atau institusi negara, akan sulit diberantas. Resistensi juga bisa datang dari berbagai arah, baik dari ormas-ormas yang merasa dilumpuhkan maupun dari para pemodal politik yang berkepentingan dengan keberadaan ormas tersebut.
Belajar dari Negara Lain
Negara-negara lain telah menunjukkan berbagai cara dalam mengatasi masalah serupa. Vietnam, misalnya, memiliki Komisi Antikorupsi yang secara langsung menangani kasus tekanan ormas terhadap investasi asing. Meksiko memberantas kartel yang menyaru sebagai LSM dengan pendekatan terintegrasi, meliputi penegakan hukum, audit anggaran, dan penguatan masyarakat sipil. Singapura bahkan tidak mengenal konsep “izin massa”, karena negara mengklaim semua otoritas ada di tangan hukum.
Indonesia perlu belajar dari pengalaman negara-negara lain dalam menertibkan ormas dan menegakkan hukum secara adil. Satgas Ormas harus mampu bertindak tegas dan profesional, tanpa pandang bulu, demi mewujudkan kepastian hukum dan stabilitas nasional.
Ujian Bagi Negara
Satgas Ormas menjadi ujian bagi negara: apakah hukum ditegakkan secara adil, atau hanya menjadi instrumen bagi yang berkuasa? Negara harus berani menertibkan dirinya sendiri terlebih dahulu, sebelum menertibkan pihak lain. Keadilan harus menjadi landasan utama dalam setiap tindakan yang dilakukan oleh Satgas.
Kita berharap, Satgas ini dapat berfungsi efektif dan membawa perubahan positif bagi bangsa. Kita ingin hidup dalam republik di mana satu-satunya tangan yang menggenggam kekuasaan adalah tangan negara, bukan tangan berseragam tanpa mandat.