UU BUMN Tidak Membatasi Kewenangan KPK dalam Menindak Korupsi

Polemik terkait Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) terus bergulir. M Praswad Nugraha, Chairman Southeast Asia Anti Corruption Syndicate (SEA Action), menegaskan bahwa UU BUMN yang mengatur status direksi BUMN bukan sebagai penyelenggara negara, tidak dapat menghalangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menjalankan tugasnya.

Praswad menjelaskan bahwa KPK memiliki kewenangan lex specialis yang diatur dalam UU Nomor 30 Tahun 2002 yang telah diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Prinsipnya, tugas KPK tidak boleh dibatasi oleh undang-undang lain. Ia menekankan bahwa tidak ada perubahan dalam UU KPK yang menghalangi lembaga tersebut untuk menangani kasus yang melibatkan penyelenggara negara. Oleh karena itu, aturan dalam UU BUMN seharusnya dikesampingkan dan tidak berlaku bagi KPK.

Lebih lanjut, Praswad menjelaskan bahwa definisi penyelenggara negara secara lex specialis diatur dalam Pasal 2 UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Undang-undang ini masih berlaku dan tidak mengalami perubahan. Ia mempertanyakan dasar fundamental UU BUMN yang tiba-tiba mengatur proses penegakan hukum.

Menurut Praswad, penguatan tata kelola BUMN dan pemberantasan korupsi adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Ia menilai bahwa memisahkan kedua hal tersebut dengan memasukkan pasal yang menjauhkan BUMN dari intervensi KPK adalah sebuah kesalahan. Faktor utama yang menjamin keuntungan bisnis negara adalah pengelolaan yang bersih dari korupsi.

Eks penyidik KPK ini menyatakan bahwa lembaga antirasuah tidak wajib melaksanakan UU yang mengatur bisnis korporasi. Ia khawatir perubahan legislasi ini akan melemahkan posisi KPK dalam mendorong integritas bisnis.

UU BUMN saat ini menjadi perbincangan karena dianggap menghalangi KPK untuk menangkap pimpinan perusahaan pelat merah. Pasal 3X Ayat (1) UU tersebut menyatakan bahwa organ dan pegawai BUMN bukan merupakan penyelenggara negara. Pasal 9G juga menyatakan bahwa anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara. Padahal, UU KPK mengatur bahwa subjek hukum yang ditindak dalam kasus korupsi adalah penyelenggara negara.

Berikut poin-poin yang menjadi sorotan:

  • Kewenangan KPK: Kewenangan KPK bersifat lex specialis dan tidak boleh dibatasi oleh UU lain.
  • Definisi Penyelenggara Negara: Definisi penyelenggara negara diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 1999 dan masih berlaku.
  • Tata Kelola BUMN dan Korupsi: Penguatan tata kelola BUMN dan pemberantasan korupsi tidak dapat dipisahkan.
  • Pasal Kontroversial dalam UU BUMN: Pasal 3X Ayat (1) dan Pasal 9G UU BUMN yang menyatakan bahwa organ dan pegawai BUMN bukan penyelenggara negara.