Terjaring Razia, Calon Pekerja Migran Indonesia Tetap Bertekad Kembali ke Malaysia

Puluhan calon pekerja migran Indonesia (CPMI) ilegal yang baru saja diamankan oleh Satgas Penegakan Hukum Desk Pelindungan Pekerja Indonesia Bareskrim Polri di Nunukan, Kalimantan Utara, mengungkapkan tekad kuat mereka untuk kembali bekerja di Malaysia.

Operasi penegakan hukum yang digelar pada 5 dan 6 Mei 2025 di Pelabuhan Tunon Taka, Nunukan, ini menjaring para CPMI yang mencoba mengadu nasib di negeri jiran tanpa dokumen resmi. Saat ini, mereka ditempatkan di Balai Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Nunukan untuk proses lebih lanjut.

"Walaupun kami dipulangkan ke kampung halaman, kami akan tetap mencari cara untuk kembali ke Malaysia," tegas Punru, seorang CPMI asal Bone, Sulawesi Selatan, pada Kamis (8/5/2025). Pernyataan ini senada dengan aspirasi banyak CPMI lain yang berada di penampungan BP2MI Nunukan.

Para CPMI ini mengaku bahwa keinginan untuk bekerja di Malaysia adalah inisiatif pribadi. Mereka berharap dapat kembali bekerja di sektor perkebunan dan bidang pekerjaan lainnya yang dianggap lebih menjanjikan dibandingkan di kampung halaman.

"Kami sendiri yang ingin berangkat ke Malaysia. Kami membayar sejumlah uang kepada seseorang untuk membantu kami menyeberang. Tidak ada paksaan atau eksploitasi dalam pekerjaan yang kami lakukan," imbuhnya.

Bahkan, beberapa CPMI mengaku telah memiliki keluarga dan aset di Malaysia, sehingga merasa memiliki kewajiban untuk kembali.

"Seandainya kami bisa melengkapi dokumen di sini (BP2MI) dengan cepat, tentu kami akan segera menyeberang," ujar Yahya, CPMI asal Enrekang.

"Di Malaysia saja kami bisa bekerja serabutan. Di kampung, pekerjaan apa yang bisa kami dapatkan?" timpal Yahya, yang mendapat dukungan dari rekan-rekannya.

BP2MI Mengakui Banyak CPMI Kabur Saat Pemulangan

Koordinator Pelindungan Pekerja Migran Indonesia pada BP2MI Nunukan, Asriansyah, membenarkan pengakuan para CPMI. Ia mengungkapkan bahwa banyak CPMI yang telah dipulangkan justru melarikan diri dalam perjalanan dan kembali ke Malaysia melalui jalur ilegal.

"Pada tahun 2023 lalu, kami mengalami kendala biaya pendampingan pemulangan PMI ke kampung halaman. Mereka dipulangkan menggunakan kapal Pelni ke Balikpapan untuk transit ke Pare-Pare. Namun, tidak ada satu pun dari mereka yang sampai ke Pare-Pare. Mereka kabur di Balikpapan dan kembali ke Malaysia," ungkapnya.

Pengalaman tersebut mendorong BP2MI untuk mengubah rute pemulangan menggunakan kapal swasta langsung ke Pare-Pare tanpa transit di Balikpapan.

"Kami tidak lagi menggunakan kapal yang transit di Balikpapan, karena wilayah tersebut masih berada di Kalimantan, sehingga mereka dapat dengan mudah mencari jalur lain untuk kembali ke Malaysia," jelasnya.

Asriansyah juga menyinggung kasus seorang PMI wanita berinisial LN, yang telah dipulangkan secara khusus oleh Konsulat RI di Tawau, namun terus berupaya kembali ke Malaysia dan bahkan telah dideportasi hingga enam kali.

"Ada istilah yang sangat populer di kalangan kami, 'sore dideportasi, paginya minum kopi di Malaysia'," tutur Asriansyah.

Menurutnya, pola pikir CPMI yang ingin bekerja cepat tanpa mengikuti prosedur yang benar menjadi penyebab utama masalah PMI ilegal yang terus berulang.

"Jika cara berpikir mereka masih seperti itu, maka keberangkatan ilegal dan deportasi tidak akan pernah berakhir," tegasnya.

Dalam operasi pencegahan yang dilakukan oleh Satgas Penegakan Hukum, sebanyak 77 CPMI ilegal diserahkan ke BP2MI Nunukan. Setelah melalui proses pemeriksaan, delapan di antaranya dinyatakan memenuhi syarat untuk berangkat ke Malaysia karena telah memiliki dokumen resmi seperti visa kerja, surat cuti, dan jaminan dari perusahaan tempat bekerja.

"Delapan PMI asal Sulawesi Tenggara kita berangkatkan ke Malaysia setelah seluruh persyaratan sebagai pekerja legal terpenuhi. Hanya BPJS dan KTKLN yang kurang, dan sudah diselesaikan kemarin," jelas Asriansyah.

Selama proses penyidikan oleh kepolisian, BP2MI akan menanggung biaya konsumsi 69 CPMI lainnya.

82 Calon PMI Dicegat Menuju Malaysia

Sebelumnya, Satgas Bareskrim Polri mengamankan total 82 CPMI ilegal saat kedatangan kapal KM Thalia (Senin, 5/5/2025) dan KM Bukit Siguntang (Selasa, 6/5/2025) di Pelabuhan Tunon Taka, Nunukan.

Direktur Tindak Pidana Perlindungan Perempuan dan Anak dan Pemberantasan Perdagangan Orang (PPA-PPO) Bareskrim Polri, Brigjen Pol Dr. Nurul Azizah, menjelaskan bahwa tujuh tersangka telah ditangkap dalam kasus tersebut.

"Para korban diminta membayar Rp 4,5 juta hingga Rp 7,5 juta, baik yang memiliki paspor maupun yang tidak memiliki paspor," jelas Nurul.

Menurutnya, jaringan perekrut di dalam negeri memiliki keterkaitan dengan pihak luar negeri yang mengeksploitasi PMI tanpa perlindungan hukum.

"Dari hasil pemeriksaan, para pelaku diketahui telah melakukan perekrutan dan pengiriman sejak tahun 2023," ungkapnya.