Tradisi Walimatussafar Haji: Momen Pamitan dan Doa Keberkahan
Menjelang keberangkatan ibadah haji, umat Muslim di Indonesia memiliki tradisi unik yang disebut walimatussafar. Acara ini menjadi wadah bagi calon jemaah haji untuk berpamitan, memohon restu, serta menjalin silaturahmi dengan keluarga, kerabat, dan tetangga.
Walimatussafar, secara harfiah berarti perjamuan perjalanan, merupakan tradisi yang sarat akan makna. Lebih dari sekadar acara makan bersama, walimatussafar menjadi simbol permohonan doa dan restu dari orang-orang terdekat agar perjalanan ibadah haji berjalan lancar dan mabrur. Tradisi ini diisi dengan berbagai kegiatan yang bertujuan untuk mempererat tali persaudaraan dan meningkatkan ketakwaan.
Esensi Walimatussafar
Walimatussafar bukan sekadar formalitas, melainkan wujud syukur atas kesempatan yang diberikan Allah SWT untuk menunaikan ibadah haji. Acara ini menjadi momentum penting bagi calon jemaah haji untuk:
- Memohon maaf dan restu: Meminta maaf atas segala kesalahan dan khilaf kepada keluarga, kerabat, dan tetangga, serta memohon restu agar perjalanan ibadah haji dilancarkan.
- Mempererat tali silaturahmi: Menjalin dan memperkuat hubungan dengan orang-orang terdekat melalui kebersamaan dalam doa dan ramah tamah.
- Meningkatkan ketakwaan: Mendengarkan tausiyah atau ceramah agama yang dapat memotivasi dan meningkatkan semangat dalam menjalankan ibadah haji.
- Berbagi kebahagiaan: Mengundang orang-orang terdekat untuk berbagi kebahagiaan atas kesempatan yang diberikan untuk menunaikan rukun Islam kelima.
Doa Keberangkatan Haji: Bekal Spiritual dalam Perjalanan
Salah satu inti dari walimatussafar adalah pembacaan doa keberangkatan haji. Doa ini berisi permohonan kepada Allah SWT agar senantiasa memberikan perlindungan, kemudahan, dan keberkahan selama perjalanan ibadah haji. Salah satu doa yang sering dibacakan adalah doa yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi, yang diajarkan oleh Rasulullah SAW kepada seorang sahabat yang hendak melakukan perjalanan jauh.
Berikut adalah lafal doa tersebut:
زَوَّدَكَ اللهُ التَّقْوَى وَغَفَرَ ذَنْبَكَ وَيَسَّرَ لَكَ الخَيْرَ حَيْثُمَا كُنْتَ
Zawwadakallâhut taqwâ, wa ghafara dzanbaka, wa yassara lakal khaira haitsumâ kunta.
Artinya: "Semoga Allah membekalimu dengan takwa, mengampuni dosamu, dan memudahkanmu dalam jalan kebaikan di mana pun kau berada."
Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin juga mencantumkan doa dengan redaksi yang sedikit berbeda:
فِي حِفْظِ اللَّهِ وَفِي كَنَفِهِ زَوَّدَكَ اللهُ التَّقْوَى وَغَفَرَ ذَنْبَكَ وَوَجَّهَكَ لِلْخَيْرِ حَيْثُ كُنْتَ أَوْ أَيْنَمَا كُنْتَ
Fî hifzhillâhi wa fi kanafihi zawwadakallâhut-taqwâ wa ghafara dzanbaka wa wajjahaka ilal-khairi haitsu kunta au aina mâ kunta
Artinya: "Semoga engkau dalam pemeliharaan dan perlindungan Allah. Semoga Allah memberikan perbekalan takwa kepadamu, mengampuni dosa-dosamu, atau membimbingmu kepada kebaikan di mana pun engkau berada."
Fleksibilitas dan Kesederhanaan dalam Pelaksanaan
Walimatussafar bukanlah bagian dari ritual ibadah haji, sehingga tidak ada ketentuan khusus mengenai tata cara pelaksanaannya. Tradisi ini bersifat fleksibel dan dapat disesuaikan dengan kemampuan serta adat istiadat setempat. Yang terpenting adalah niat yang tulus untuk bersyukur kepada Allah SWT dan memohon doa restu dari orang-orang terdekat.
Dalam pelaksanaannya, walimatussafar sebaiknya dilakukan dengan sederhana dan tidak berlebihan. Hindari sikap riya atau pamer, dan utamakan semangat kebersamaan dan kekeluargaan. Dengan demikian, walimatussafar dapat menjadi momen yang berkesan dan bermanfaat bagi calon jemaah haji serta orang-orang yang hadir.