Sidang Kasus Harun Masiku: Jaksa KPK Minta Staf PDIP Beristighfar Sebelum Bersaksi

Sidang kasus dugaan suap terkait pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR dengan terdakwa Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Dalam persidangan yang berlangsung, Kamis (8/5/2025), terjadi momen menarik ketika Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta salah seorang saksi untuk beristighfar sebelum memberikan keterangan.

Saksi yang dimaksud adalah Kusnadi, seorang staf dari kesekretariatan DPP PDIP. Permintaan istighfar tersebut dilontarkan oleh Jaksa KPK bernama Takdir, sesaat sebelum dirinya memulai serangkaian pertanyaan kepada Kusnadi. "Boleh saya minta tolong ke saksi?" tanya Jaksa Takdir membuka percakapan. Kusnadi menjawab dengan sigap, "Siap." Tak terduga, Jaksa Takdir kemudian melanjutkan dengan permintaan, "Tolong istighfar dulu ya." Kusnadi tampak sedikit terkejut dan memastikan maksud dari permintaan tersebut, "Istigfar?" Jaksa Takdir membenarkan, "Iya." Kusnadi pun kemudian memenuhi permintaan tersebut dengan mengucapkan, "Astaghfirullah."

Momen ini terjadi dalam sidang yang mendengarkan keterangan saksi terkait dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan Harun Masiku, seorang kader PDIP yang kini menjadi buronan KPK. Hasto Kristiyanto sendiri didakwa oleh KPK dengan dua dakwaan utama. Dakwaan pertama adalah dugaan menghalangi penyidikan kasus suap yang menjerat Harun Masiku. KPK menuding Hasto telah berupaya menyembunyikan keberadaan Harun Masiku sejak yang bersangkutan ditetapkan sebagai tersangka dan menjadi buron pada tahun 2020.

Dalam dakwaan tersebut, Jaksa KPK menyebutkan bahwa Hasto memerintahkan Harun Masiku untuk merendam handphone miliknya agar tidak dapat dilacak oleh KPK. Selain itu, Hasto juga disebut menginstruksikan Harun Masiku untuk selalu berada di kantor DPP PDIP agar terhindar dari penangkapan. Tindakan-tindakan tersebut, menurut KPK, telah menyebabkan Harun Masiku berhasil melarikan diri dan hingga kini masih berstatus buronan.

Dakwaan kedua yang dihadapi Hasto adalah dugaan menyuap mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan, sebesar Rp 600 juta. Suap tersebut diduga diberikan dengan tujuan agar Wahyu Setiawan membantu memuluskan proses penetapan Harun Masiku sebagai pengganti antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024. Dalam dakwaan ini, Hasto disebut melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dengan Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku. Donny Tri Istiqomah saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Sementara itu, Saeful Bahri telah divonis bersalah oleh pengadilan, dan Harun Masiku masih dalam pengejaran aparat penegak hukum.